Apa Yang Dimaksud Dengan Alterasi Hidrotermal ? Alterasi Hidrotermal Adalah !!!


Apa Yang Dimaksud Dengan Alterasi Hidrotermal ????








A. Alterasi Hidrotermal







Alterasi hidrotermal
diartikan sebagai perubahan mineralogi
dan tekstur
batuan asal yang
disebabkan oleh interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping (Rose
& Burt, 1979),
yang merupakan proses yang
kompleks, meliputi perubahan secara
mineralogi, kimia,
dan
tekstur pada kondisi
fisika tertentu (Pirajno, 1992). Faktor utama yang mempengaruhi proses
alterasi hidrotermal yaitu
temperatur, kimia fluida,
tekanan, komposisi batuan induk, durasi aktivitas
hidrotermal, dan permeabilitas
(Corbett & Leach, 1996). Faktor temperatur dan kimia fluida merupakan faktor yang dominan mempengaruhi
proses
alterasi hidrotermal (Corbett & Leach, 1995).












Hal ini terlihat pada mineralogi kelompok silikat
yaitu lempung yang pada temperatur yang
lebih tinggi akan membentuk urutan mineral-mineral berupa
smektit, smektit-illit, illit-smektit,
illit dan mika putih. Temperatur juga   mempengaruhi   tingkat   kristalinitas 
 suatu 
 mineral   dimana temperatur yang lebih
tinggi akan membentuk fasa yang lebih
kristalin, sebagai
conto adalah kaolin, dengan bentuk yang
tidak teratur terbentuk pada suhu yang
rendah, dan pada suhu yang
tinggi akan terbentuk dengan bentuk kristal yang
bagus. Berikut tabel
temperatur pembentukan beberapa mineral
alterasi (Hedenquist, 1997; Lawless
dan White, 1997; Corbett dan Leach, 1996)
(Tabel
5.1
dan
Tabel
5.2
).


Endapan hidrothermal, terjadi disebabkan oleh proses pengendapan larutan sisa magma yang temperaturnya cukup rendah, dibawah temperatur kritik air ± 372oC). Larutan ini antara lain mengandung oksida - oksida dan atau sulfida sulfida
logam Au, Ag,
Pb, Zn,
Sb, Hg,
dan Fe.
 Mineral kuarsa sangat
lazim terdapat bersama-sama
dengan endapan mineral lain dengan warna keruh hingga bening, kompak
d
engan bentuk yang cukup baik sampai sempurna, kadang kadang
berupa mineral peusedomorf dari mineral
flourit dan barit.


Bentuk
bentuk cebakan hidrotermal sering mengikuti bentuk rongga atau
rekahan yang diisinya, kadang-kadang
diikuti oleh proses replacement.
Pada jebakan cavity filling bisa
terjadi dua proses,
yaitu: pembentukan rongga dan pengisian
larutan mineral, dimana proses tersebut bisa terjadi bersamaan ataudipisahkan oleh interval
waktu.  Dalam proses hidrotermal sering terdapat minerl-mineral ubahan
yang terbentuk akibat Endapan bijih hidrotermal terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), menstranport, dan mengendapkan mineral-
mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik maupun kimiawi
(Pirajno, 1992). Oleh karena itu komposisi
kimia fluida hidrotermal diyakini sebagai
salah pengontrol utama pada proses alterasi.


Derajat dan lamanya
proses ubahan akan menyebabkan perbedaan intensitas ubahan  (total,
 sangat
 kuat,  kuat,
 sedang,
 lemah  hingga  tak  terubah)
 dan  derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan).
Stabilitas mineral primer yang
mengalami ubahan sering
membentuk pola ubahan (style of alteration) pada batuan. Secara umum dikenal adanya tiga pola ubahan yaitu pervasive, selectively pervasive,
dan
non-pervasive
(Pirajno, 1992). Pada kesetimbangan tertentu,
proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage) (Guilbert dan Park, 1986). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan
suatu
tipe
ubahan (type of alteration).




Tabel 5.1 Temperatur
pembentukan beberapa mineral alterasi (Hedenquist, 1997; Lawless & White, 1997; Corbett
dan
Leach, 1996)




Tabel 5.2  Kisaran temperatur mineralisasi sulfida dan oksida
(Morrison, 1995
& Reyes, 1990)







B. Sistem Mineralisasi Hidrotermal


1. Perkembangan konsep dan klasifikasi endapan
mineral


Pada
kenyataannya tidak mudah membuat pengelompokan  
atau klasifikasi endapan mineral. Terdapat klasifikasi yang didasarkan
pada genesanya, ada juga klasifikasi secara diskriptif, misal berdasarkan
komoditi logamnya, atau berdasarkan batuan yang ditempatinya (host rocks-nya). Sebenarnya klasifikasi
secara diskriptif berdasarkan komoditi logamnya relatif mudah untuk dipahami.
Tetapi pada para ahli geologi tidak menggunakan klasifikasi tersebut, karena
berbagai alasan, diantaranya tersebarnya banyak unsure logam pada beragam
tatanan geologinya dan pembagian ini mungkin dirasa kurang ilmiah.




Pengelompokan
yang sering digunakan oleh para ahli geologi, umumnya berdasarkan pada bentuk
endapannya, wall rocknya, atau kontrol strukturnya. Sebagai contoh Bateman
(1950) dalam bukunya “Economic Mineral Deposit” mengelompokkan  bijih 
berdasarkan  control  strukturnya, 
diantaranya  bijih  yang terbentuk pada sesar, pada lipatan, pada
kontak batuan beku, diseminasi dan lain sebagainya. Masalahnya terdapat juga
bijih yang terbentuk pada lipatan yang tersesarkan, atau diseminasi sepanjang
kontak batuan beku. Sehubungan dengan munculnya teori tektonik lempeng yang
dapat menjelaskan proses magmatisme dan keberadaan endapan bijih, maka
klasifikasi secara genetic makin sering digunakan.


Waldemar
Lindgren (1860-1939). Lindgren (1911) secara garis besar membagi endapan
mineral menjadi dua macam yaitu:


a)     endapan
oleh proses mekanik dan


b)     endapan
oleh proses kimiawi


Endapan yang
disebabkan oleh proses kimiawi, karena naiknya air magmatik, dibagi menjadi 3,
berturut-turut dari bagian yang paling dalam adalah: Endapan hipotermal,
Endapan Mesotermal, dan Endapan epitermal.




Endapan
hipotermal terbentuk pada wilayah yang cukup dalam pada temperature yang
relative panas, endapan epitermal merupakan endapan yang terbentuk di dekat
permukaan, dengan kondisi temperature yang rendah. Sedangkan endapan Mesotermal
terbentuk pada kedalaman dan temperature diantara endapan mesotermal dan
hipotermal. Dalam klasifikasi ini belum muncul istilah hidrotermal, tetapi
hanya disebut dengan istilah “karena naiknya air, berhubungan dengan aktivitas
batuan beku”.




Tabel
5.
3  Klasifikasi Lindgren (1911)




Tabel
5.
4  Ciri-ciri umum endapan Hipotermal (Lingren
1933)









Tabel
5.
5 Ciri-ciri umum endapan
Mesotermal (Lingren 1933)






Tabel
5.
6 Ciri-ciri umum endapan
epitermal (Lingren 1933)












Niggli (1929)
menyampaikan konsep pengelompokan mineral, meng-gabungkan konsep stadia
magmatisme dengan jenis - jenis komoditi logamnya. Kelompok pertama adalah
endapan endapan yang terkait dengan batuan plutonik, yang kemudian dibagi
menjadi kelompok Orthomagmatik, Kelompok Pneumatolitik - Pegmatik, dan kelompok
Hidrotermal.  Kelompok Othomagmatic
dibagia Kelompok Intan - Platinum - kromium dan Kelompok Titanium – besi –nikel
- tembaga. Kelompok Pneumatolitik dibagi menjadi Logam berat - alkanine  earths – fosforus - titanium, kelompok
Silikon - alkali - fluorin - boron – tin – molibdenum - tungsten, dan Kelompok
Tourmalin - kuarsa. Demikian halnya dengan Kelompok lain seperti hidrotermal
dan volkanik, akan dibagi lagi menjadi kelompok komoditi logam. Setelah banyak
dilakukan eksplorasi dan eksploitasi endapan mineral di banyak tempat di dunia,
diketahui ada banyak jenis komoditi logam seperti emas yang didapatkan pada
beberapa kelompok. Sehingga penggolongan ini menjadi kurang relevan lagi.




Tabel
5.
7  Klasifikasi endapan bijih Niggli (1929







Pengertian
Pneumatolitik yang disampaikan Niggli (1929) adalah stadia magmatisme yang
didominasi oleh fase gas, sedangkan hidrotermal didominasi oleh fase cair. Pada
klasifikasi ini telah muncul istilah hidrotermal, yang dibagi menjadi empat
golongan komoditi logam. Niggli (1929) tidak membagi hidrotemla menjadi
hipotermal, mesotermal, dan epitermal. Pada kenyataannya sulit dibedakan
kenampakan hasil ubahan atau endapan mineral yang disebabkan oleh proses
pneumatolitik dengan hidrotermal. Belakangan, para ahli geologi banyak
menggunakan istilah fluida hidrotermal (hydrothermal
fluid
) untuk mewakili baik fase gas pneumatolitik maupun fase cair hidrotermal.








Graton (1933)
mengusulkan istilah teletermal, untuk
endapan mineral pada daerah dangkal, yang terbentuk jauh dari sumbernya (T dan
P rendah). Sedangkan Buddington (1935), mengenalkan istilah xenotermal, untuk endapan pada daerah
dangkal tetapi terbentuk pada temperatur tinggi (T tinggi P rendah).  Hal ini disebabkan oleh adanya intrusi pluton
didekat permukaan.




Tabel 5.8 Klasifikasi Lindgren
(1933) yang dimodifikasi oleh Graton (1933) dan Buddington (1935)






Tabel 5.9 Ciri-ciri umum endapan
teletermal (Graton, 1933 dari Evans, 1993)







Stantan (1972)
membuat klasifikasi endapan bijih didasarkan pada  asosiasi batuan sampingnya (host rock), baik pada batuan beku,
sedimen hingga metamorf. Pengelompokkan tersebut meliputi:


a)     Bijih
pada batuan beku


·      
Bijih berasosiasi dengan
mafik dan ultramafik


·      
Bijih berasosiasi dengan
felsik


                  b)     Bijih
yang  berafiliasi batuan sedimen


·      
Konsentrasi bijih besi


·      
Konsentrasi bijih mangan


·      
Strata-bound


                  c)     Stratiform
sulpide yang berasosiasi dengan volkanik laut


                 d)     Bijih
berasosiasi dengan urat


                 e)     Bijih
berasosiasi dengan batuan metamorf


Berapa ahli
geologi melakukan pengelompokan endapan bijih didasarkan pada lingkungan
tektoniknya, diantaranya yang telah dilakukan Mitchell dan Garson (1981), yang
membagi endapan bijih menjadi:


1)     Endapan
di Continental Hot Spots, Rifts dan Aulacogens


2)     Endapan
pada Passive Continental Margins dan Interior Basins


3)     Endapan
pada lingkungan Oceanic


4)     Endapan
pada lingkungan subduksi


5)     Endapan
pada lingkungan yang terkait dengan collision


6)     Endapan
pada Transform Faults dan lineamentnya pada Continental


Sejalan dengan
berkembangnya konsep tektonik lempeng pada dasa warsa 60-70an, beberapa istilah
yang dikemukakan oleh Lindgren, Graton, dan Buddington, Guilbert dan Pak, jarang
digunakan.  Variasi endapan magmatic
makin bervariasi. Istilah epitermal, sampai sekarang ini masih digunakan,
walaupun pengertiannya sudah mengalami modifikasi dari konsep aslinya, yang
disampaikan oleh Lindgren (1911). Istilah mesotermal, kadang masih digunakan,
terutama untuk kategori endapan epitermal, tetapi menunjukkan temperature
pembentukan yang tinggi, sedangkan istilah hipotermal, teletermal, maupun
xenotermal, jarang digunakan lagi. Istilah - istilah yang banyak digunakan
dalam eksplorasi endapan mineral adalah klasifikasi yang didasarkan pada
pembentukan serta tatanan geologinya, seperti endapan logam dasar porifir, urat
Cordilleran, Mississipi Valey dan sebagainya.










































Secara
Genetik, endapan mineral dibagi menjadi endapan yang disebabkan oleh proses
magmatik, proses hidrotermal, proses metamorfisme, serta proses- proses
dipermukaan. Endapan magmatik, dibagi menjadi endapan yang disebabkan proses gravitational settling, liquid immisvibility,
maupun pegmatik.  Endapan hidrotemal
meliputi endapan porfiri (porphyry
deposit
), endapan greisen, massive sulphide deposit, skarn, epitermal (low sulphidation dan high sulphidation)
dll. Endapan skarn kadang juga digolongkan sebagai endapan metamorfik.




Tabel
5.
10  Klasifikasi endapan bijih Lindgren, di
modifikasi tahun 1985







Sedangkan
endapan-endapan permukaan meliputi endapan palcer, endapan evaporasi, endapan
residual laterit, endapan supergen, maupun endapan volkanik-exhalative. Proses
pembentukan bijih logam secara umum dapat di bagi menjadi empat kelompak, yaitu
proses magmatik, proses hidrotermal, proses metamorfik dan proses permukaasn
(disarikan dari Hutchison, 1983, Evans 1993).


1. Proses Magmatik


Mineral - mineral bijih
seperti magnetit, ilmenit, kromit terbentuk pada fase awal diferensiasi magma,
bersamaan dengan pembentukan mineral olivine, piroksen, Ca-Plagioklas. Semua
mineral bijih yang terbentuk pada fase ini disebut sebagai endapan magmatik.
Beberapa proses pada fase magmatisme diantaranya meliputi:


a)     Proses
kristalisasi (diseminasi), intan (C ) pada kimberlit,


b)     Proses
segregasi (kumulat, gravity settling): kromit (Cr), magnetit (Fe), platinum
(Pt),


c)     Liquid
immiscibility : Cu-Ni sulfide, Fe-Ti Oksida,


d)     Pegmatik:
Fe, Sn.


Di Indonesia
endapan - endapan bijih yang disebabkan oleh proses magmatik, sampai sekarang
belum menunjukksan nilai ekonomi yang signifikan. Konsentrasi bijih besi (Fe)
atau nikel (Ni) lebih disebabkasn oleh proses pelapukan, baik kimiawi maupun
fisik, membentuk endapan residusal atau placer.


2. Proses Hidrotermal


Sistem
hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° sampai
>500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang
bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini mengandung dua
komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida
hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak
stabil, dan cenderung menyesuasikan kesetimbangan baru dengan membentuk
himpunan mineral yang sesuasi dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai
alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan bijih hidrotermal terbentuk karena
sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching),
menstranport, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap
perubahan kondisi fisik maupun kimiawi (Pirajno, 1992). Interaksi antara fluida
hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan menyebabkan
terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan (alteration minerals.


Semua mineral
bijih yang terbentuk sebagai mineral ubahan pada fase ini disebut sebagai endapan
hidrotermal. Endapan hidrotermal dapat dibagai menjadi beberapa kelompak,
yaitu:


a)     Berhubungan
dengan batuan beku


·      
Porfiri: Cu, Au, Mo. Contoh
di Grasberg, Batuhijau


·      
Skarn: Cu, Au, Fe. Contoh
Ertzberg complex


·      
Greisen: Sn, W. Contoh di
P.Bangka


·      
Epitermal (low and high sulphidation
type, Carlyn type): Au, Cu, Ag, Pb. Contoh di Pongkor, M.Muro


·      
Massive Sulphide
Volcanogenic: Au, Pb, Zn. Contoh Wetar


b)     Tidak
berhubungan dengan batuan beku








































·      
Lateral secretion
(Missisippi valley type) : Au,Pb,Zn





Gambar
5.
2 Diagram proses magmatisme
- hidrotermal - vulkanisme, kaitannya 
dengan mineralisasi bijih logam

(Hedenquist, 1998)






Greisen
didefinisikan agregat granoblasti dari kuarsa dan muskovit (atau lipidolit)
dengan sejumlah mineral asesori seperti topas, tourmalin, dan fluorit yang
dibentuk oleh ubahan metasomatik post – magmatic granit (Best 1982, Stemprok,
1987 dalam Evans, 1993). Greisen adalah tipe endapan penghasil utama logam
timah dan tungsten, umumnya salah satu unsur hadir lebih dominan. Endapan
tersebut umumnya di bentuk pada kontak bagian atas dari intrusi granit, yang
kadang disertai oleh pembentukan stockwork.
Mineraliasi umumnya sebagai tubuh besar yang tak beraturan atau sebagai
lembaran di bawah kontak bagian atas dengan lebar sekitar 10-100 m, yang
bergradasi melalui zona ubahan felspatik (albitisasi dan mikroklinisasi) ke
arah granit segar (Pollard dkk., 1988 dalam Evans 1993).


Endapan bijih
epitermal adalah endapan yang terbentuk pada lingkungan hidrotermal dekat  permukaan, mempunyai  temperatur 
dan  tekanan  yang 
relatif rendah, berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali  sub-aerial, 
sebagian besar endapannya dijumpai di dalam batuan  volkanik (beku dan klastik). Endapan
epitermal berdasarkan karakter fluidanya dibagai menjadi epitermal sulfidasi
rendah dan epitermal sulfidasi tinggi Pada kenyataannya tidak mudah untuk
membatasi ciri- ciri endapan yang termasuk bahagian epitermal dari sistem
hidrotermal lainnya. Seringkali kita mendapati kenampakan endapan, baik
mineralogi maupun teksturnya merupakan gradasi dari endapan epitermal dengan
endapan hidrotermal lain.


Endapan
sulfida masif sering berasosiasi dengan batuan-batuan pelite sampai semipelite
atau berasosiasi dengan endapan volkanik bawah laut. Endapan yang berasosiasi
dengan volkanik sering dikenal sebagai endapan sulfida vulkanogenik, yang
terutama banyak mengandung tembaga dan timah maupun emas dan perak sebagai by-product. Sawkind (1976), membagi
endapan  massive sulphide volcanogenic menjadi tipe Kuroko, tipe Cyprus,
tipe Besshi, dan tipe Sullivan.


3. Proses metamorfisme – hidrotermal


Suatu tubuh
batuan yang diterobos magma (batuan beku) umumnya akan mengalami
rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, penggantian (replacement), pada bagian kontaknya. Perubahan ini disebabkan oleh
adanya panas dan fluida yang berasal dari aktifitas magma tersebut. Istilah
metamorfosa kontak dan metasomatosa kontak sangat terkait dengan proses -
proses di atas.


Metamorfosa
dan metasomatosa kontak yang melibatkan batuan samping terutama batuan karbonat
seringkali menghasilkan skarn dan endapan skarn. Dalam proses ini berbagai
macam fluida seperti magmatik, metamorfik, serta meteorik ikut terlibat. Fluida
yang mengandung bijih ini sering tercebak dan terakumulasi antara tubuh pluton
dan sesar-sesar disekitar pluton dengan batuan disekitarnya. Walaupun sebagian
besar skarn ditemukan pada batuan karbonat, tetapi juga dapat terbentuk pada
jenis batuan lainnya, seperti serpih, batupasir maupun batuan beku.


a)     Kontak
pirometasomatik (skarn): Cu, Au, Fe


b)     Metamorfosa
menyebabkan bijih terkonsentrasi : Au


Kata
"skarn" pertama kali digunakan di pertambangan Swedia untuk sebuah
material gangue kalk-silikat yang kaya akan bijih-Fe dan endapan - endapan
sulfida terutama yang telah me-replace
kalsit dan dolomit pada batuan karbonat.






















Klasifikasi
skarn pada umumnya banyak mempertimbangkan tipe batuan dan asosiasi mineral
dari batuan yang di-replace.  Pengertian endo-skarn dan exo- skarn mengacu
pada skarnifikasi batuan beku dan batugamping yang terkait. Endo - skarn adalah
proses skarnifikasi yang terjadi pada batuan beku, sedangkan exo - skarn adalah
skarnifikasi pada batugampiong sekitar batuan beku. Pada kenyataannya sebagian
besar bijih skarn hadir sebagai exo-skarn.




Tabel 5.11 Karakteristik
berbagai tipe endapan bahan galian logam







4.
Proses-proses di permukaan


Endapan
permukaan merupakan endapan-endapan bijih yang terbentuk relatif di permukaan,
yang dipengaruhi oleh pelapukan dan pergerakan air tanah. Telah dikenal secara
luas, bahwa endapan (sedimen) permukaan dibagi menjadi endapan alohton
(allochthonous) dan endapan autohton (autochthonous).
Endapan alohton merupakan endapan yang ditransport dari tempat lain (dari luar
lingkungan pengendapan), sedangkan endapan autohton adalah endapan yang
terbentuk secara insitu.


Endapan
alohton yang terkait dengan bijih atau secara ekonomi sering disebut sebagai
endapan placer. Sedangkan endapan autohton yang terkait dengan bijih biasa
dikenal sebagai endapan residual dan endapan presipitasi kimia atau evaporasi.
Sedangkan pengkayaan supergen (supergen enrichment) walaupun tidak terbentuk di
dekat permukaan, tetapi pembentukannnya terkait dengan proses-proses di
permukaan.


Endapan Placer


Endapan placer
secara umum dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu endapan placer eluvial,
endapan placer colluvial, endapan placer aluvial, dan endapan placer aeolian
(Macdonald, 1983 dalam Evans, 1993). Secara tradisional juga sering digunakan
istilah endapan placer residual, untuk endapan yang terbentuk dan berada di
atas batuan sumbernya. Endapan ini umumnya terbentuk pada daerah yang mempunyai
morfologi yang relatif datar. Penggunaan istilah endapan placer colluvial tidak
begitu populer, beberapa penulis menyebut endapan ini terbentuk di dasar suatu
tebing (cliff) dan sering diartikan
sama dengan endapan talus. Endapan placer eluvial umumnya terbentuk pada daerah
yang memiliki morfologi bergelombang. Mineral - mineral berat akan
terkonsentrasi di lereng-lereng dekat batuan sumber. Komoditi penting yang
terbentuk sebagai endapan placer adalah emas (Au), platina (Pt)   dan Timah (Sn).


Endapan residual


Endapan -
endapan placer, seperti yang telah dibahas di atas terbentuk dari material yang
terlepas dari batuan sumbernya baik secara mekanik maupun kimiawi. Seringkali
material atau unsur yang tertinggal oleh karena proses tersebut mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Endapan-endapan sisa tersebut dikenal sebagai endapan
residual. Untuk dapat terjadi endapan residual, pelapukan kimia yang intensif
terutama untuk daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi sangat diperlukan.
Dalam kondisi tersebut sebagian besar batuan akan menghasilkan soil yang
kehilangan material- material yang mudah larut. Soil seperti ini dikenal
sebagai laterit (laterites). Besi (Fe) dan aluminium (Al) hidroksid adalah
sebagaian dari material yang paling tidak mudah larut, dan laterit umumnya
mengandung material ini.


Laterit yang
sebagian besar mengandung aluminium hidroksid disebut sebagai bauxite dan
merupakan bijih aluminium yang paling penting. Beberapa endapan bauxite
mengalami melapukan dan terendapkan kembali membentuk bauxite sedimen
(sedimentary bauxites).


Selama
lateritisasi, nikel yang terkandung dalam batuan peridotit dan serpentinit
(0,25% Ni) pada awalnya terlarut, tetapi kemudian secara cepat mengalami presipitasi
kembali ke dalam mineral-mineral oksida besi pada zona laterit atau zona
limonit (1 - 2% Ni) atau dalam garnierit pada zona saprolit (2 -3%, zona lapuk
di bawah zona laterit).


Pengkayaan supergen


Selama
berlangsung pengangkatan dan erosi, suatu endapan bijih terekspos di dekat
permukaan, kemudian mengalami proses pelapukan, pelindian (leaching), maupun
oksidasi pada mineral-mineral bijih. Proses tersebut menyebabkan banyak unsur
logam (Cu2+, Pb2+, Zn2+ dll.) akan terlarut (umumnya sebagai senyawa sulfat)
dalam air yang bergerak ke dalam air tanah atau bahkan sampai ke kedalaman
dimana proses oksidasi tidak berlangsung.


























Daerah dimana
terjadi proses oksidasi disebut sebagai zona oksidasi. Sebagian larutan yang
mengandung logam-logam yang terlarut bergerak terus hingga di bawah muka air
tanah, kemudian logam-logam 
tersebut  mengendap  kembali 
membentuk sulfida sekunder. Zona ini dikenal sebagai zona pengkayaan
supergen. Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat daerah dimana mineralisasi
primer tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindian, yang disebut
sebagai zona hipogen. Logam yang paling banyak terbentuk karena proses ini
adalah tembaga (Cu).




Sumber : Tugas Akhir Arief Wicaksono