SEMUA TENTANG MASJID AGUNG DEMAK



Masjid Agung Demak yang berlokasi di Kauman, Bintoro, kabupaten Demak merupakan masjid bersejarah di Jawa Tengah yang dibangun sekitar abad ke-15 Masehi.



Masjid yang mencatat nilai sejarah penyebaran Islam pertama di tanah Jawa ini menyimpan makna akulturasi budaya dan nilai Islam dalam keindahan arsitektur bangunannya yang terdiri dari bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru, terdapat pintu bledeg di dalam masjid, dan gambar serupa bulus. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka dengan atap masjid yang memiliki tingkatan dan masing-masing memiliki makna.


Masjid Agung Demak dibangun pada masa awal penyebaran Islam di Indonesia yang pada masa itu terutama di Demak masih dipengaruhi oleh budaya dan agama Hindu-Budha. Pengaruh agama dan kebudayaan lain itu tidak langsung musnah begitu saja, namun datangnya Islam membawa toleransi dan memasukkan unsur budaya lokal sebagai media komunikasi dakwah. Wujud toleransi itu juga
tampak dari arsitektur bangunan masjid yang kini menjadi ciri khas. Simbol sejarah Islam terukir dalam seni bangunan Masjid Agung Demak seperti pada gambar serupa bulus yang mana setiap bagian dari badan bulus itu menjadi simbol kapan berdirinya Masjid Agung Demak.


Saka guru tiang utama penyangga kerangka atap masjid dengan tinggi 16 meter yang tata letaknya
disesuaikan pada 4 penjuru mata angin. Maksurah, bangunan kecil di sebelah kiri mihrab (tempat imam) yang digunakan sebagai tempat sholat raja atau penguasa pada masa itu agar terlindung dari musuh. Pintu bledek, pintu yang dibuat oleh Ki Ageng Selo yang menjadi pintu utama masjid. Arsitektur adalah sebuah sintak, untuk membaca muatan pesannya secara utuh, harus dicari kombinasi-kombinasi yang pas dari penggabungan masing masing komponen bangunan-bangunannya. Yang tidak boleh ketinggalan adalah keterkaitan antara fungsi praktis dengan fungsi simboliknya.

                                             

Bentuk bangunan Masjid Agung Demak berbeda dengan masjid pada umumnya



jika dilihat atap Masjid Agung Demak tidak memiliki kubah namun berbentuk limas yang bertingkat. Hal ini sebagai bentuk akulturasi budaya lokal yang ada sebelum Islam. Akulturasi budaya juga tercermin dalam bagian bangunan yang lain, seperti soko majapahit yaitu tiang berjumlah 8 di serambi masjid yang merupakan benda purbakala hadiah pemberian raja Majapahit.


Adanya ukiran motif Majapahit di pawestren yakni bangunan khusus untuk sholat jama‟ah wanita. Surya Majapahit, merupakan hiasan segi 8 yang populer dimasa majapahit, para ahli purbakala menafsirkan ini sebagai lambang kerajaan Majapahit. Akulturasi budaya adalah proses perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih sehingga melahirkan bentuk kebudayaan baru, tetapi unsur-unsur penting dari masing-masing kebudayaan masih terlihat.


Memadukan unsur-unsur budaya lama dengan budaya baru dalam arsitektur Islam telah menunjukkan adanya akulturasi budaya dalam wujud simbol-simbol arsitektur bangunan Masjid Agung Demak. Dalam kajian ilmu komunikasi simbol dipahami oleh manusia dan digunakan dalam hubungan interaksi sosial. Sebagai bagian dari ilmu komunikasi, simbol yang mengandung pesan sejarah dan akulturasi budaya dalam arsitektur bangunan Masjid Agung Demak ini patut untuk dimengerti dan dipahami.




Meskipun bangunan Masjid Agung Demak telah direkonstruksi karena beberapa arsitektur yang asli telah rapuh dan masih tersimpan di museum masjid. Masjid Agung Demak kini menjadi masjid bersejarah yang tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah, namun hingga saat ini banyak kegiatan besar keagamaan yang selalu diselenggarakan di Masjid Agung Demak, bahkan sering kali lebih menarik perhatian untuk dikunjungi sebagai tepat wisata rohani. Salah satunya karena arsitektur yang unik dan sebagai media pembelajaran untuk kembali mengenang sejarah.


Arsitektur Masjid Agung Demak yang memiliki makna di setiap sudut bangunannya, menjadi daya tarik penulis untuk meneliti. Sejak jaman Rasulullah SAW masjid merupakan tempat aktivitas umat
muslim. Masjid secara bahasa adalah tempat sujud. Adapun secara syar‟i masjid adalah tempat yang dipersiapkan untuk digunakan sholat berjamaah oleh kaum muslim. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi tempat pertemuan atau musyawarah, tempat perlindungan, kegiatan sosial, tempat pengobatan orang sakit, menuntut ilmu atau madrasah, serta tempat berdakwah.


Masjid merupakan simbol identitas peradaban agama Islam, menjadi suatu kelebihan jika masjid dibangunan melalui sejarah dimasa lalu. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.


Zoetmulder mengutip pernyataan Christoper Dawson tentang agama sebagai berikut: “Agama adalah kunci sejarah. Kita tidak dapat memahami hakekat tata masyarakat tanpa mengerti agama. Kita tidak dapat memahami hasilhasil budaya mereka tanpa mengerti kepercayaan keagamaan yang melatar belakanginya. Dalam semua jaman, hasil utama budaya didasarkan pada gagasangagasan keagamaan dan diabadikan untuk tujuan keagamaan”. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan materi penting di masa lalu yang menunjukkan latar belakang dan nuansa keagamaan yang kuat di masa itu. Keberadaan berbagai artefak adalah benda yang memiliki simbol-simbol budaya dan agama tertentu.


Jika ditelusuri Islam sudah masuk ke Indonesia mulai abad ke-7 dan telah dianut oleh sebagian besar orang Indonesia (Supriyadi, 2008:187). Sejak jaman prasejarah penduduk Indonesia telah dikenal sebagai pelayar. Rute pelayarang dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai negara di Asia Tenggara, yakni Malaka sebagai titik perhatian utama karena hasil bumi yang menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Melalui jalur pelayaran dan perdagangan agama Islam berkembang di Indonesia.


Berawal dari kerjasama antara pedagang Arab dengan Indonesia


pada masa itu saat perkembangan kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Pada saat itu Islam pertama kali masuk ke daerah pantai Sumatera Utara atau Samudera Pasai, yang merupakan wilayah pintu gerbang menuju wilayah Indonesia lainya. Kemudian Islam mulai menyebar ke wilayah Malaka dan Jawa. Masuknya Islam ke Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Karena keadaan politik dan sosial budaya masing-masing daerah yang berlainan.



Islam telah tersebar di pulau Jawa, paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Maulana Ishak yang bergelar Syaikh Awal Al-Islam diutus sebagai juru dakwah oleh raja Samudera, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1345-1406) ke Gresik . Sebelum kerajaan-kerajaan Islam di Jawa berdiri, kerajaan Hindu dan Budha telah lebih dulu memiliki peradaban yang cukup besar dan tangguh.


Perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan melemahnya kerajaan Majapahit, yang semakin memberi peluang untuk membangun pusat-pusat kekuasaan Islam yang independen. Melalui strategi percaturan politik, Islam mulai menggeser kekuasaan Majapahit. Dengan tokoh yang dikenal sebagai Wali Songo yaitu tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa yang tinggal di tiga wilayah penting di Jawa, yakni Jawa Timur (Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban), Jawa Tengah (Demak, Kudus, Muia), dan Jawa Barat (Cirebon).


Disamping kekuatan politik Islam, perkembangan Islam di lingkungan masyarakat juga memberi kontribusi besar untuk memberikan dorongan kepada penguasa agar memeluk Islam. Pengaruh Wali Songo dapat dirasakan dalam berbagai bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesenian, kebudayaan, pertanian, perdagangan, dan kesehatan.


Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Fattah sebagai raja di Demak


kerajaan Islam pertama di Jawa. Dengan dibantu oleh para ulama dan Wali Songo, Raden Fattah menjalankan tugasnya sebagai pemerintahan terutama dalam agama. Demak adalah daerah pemberian raja Majapahit yang diberikan kepada Raden Fattah, yang sebelumnya bernama Bintoro.


Kemudian Demak dijadikan pusat perkembangan Islam yang diselenggarakan oleh Wali Songo. Dalam masa pemerintahan Raden Fattah, Demak mengalami kemajuan dalam perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan Islam dan pengalamannya, serta penerapan musyawarah dan
kerjasama antara ulama dan penguasa.


Keberhasilan Wali Songo menyebarkan agama Islam telah melahirkan banyak perubahan pada sendi kehidupan masyarakat dalam hal kebudayaan dan adat istiadat. Metode penyebaran agama Islam yang ditempuh Wali Songo mengutamakan kebijaksanaan, pendekatan kepada rakyat dan memberikan contoh budi pekerti luhur seperti kebaikan yang diajarkan agama Islam.


Raden Fattah menerapkan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan, selain itu Raden Fattah juga membangun istana dan masjid yang hingga saat ini terkanal dengan Masjid Agung Demak. Masjid yang juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya Wali Songo ini dirancang oleh Sunan Kalijaga. Masjid dibangun dengan gaya arsitektur yang beragam disesuaikan dengan jamannya. Bahkan beberapa masjid dibangun dengan arsitektur peninggalan jaman kuno dan bersejarah.


Akulturasi budaya yang tertuang dalam arsitektur bangunanpun menambah nilai seni tempat peribadatan. Seperti pada Masjid Agung Demak, gaya arsitektur bangunan sebagai simbol-simbol nilai sejarah pada masanya. Simbol-simbol yang tertuang dalam seni bangunannya menyimpan pesan sejarah, budaya, dan peradaban. Dengan mempelajari relasi antara ajaran agama atau kepercayaan yang digunakan sebagai konsep dan pedoman pembuatan benda atau simbol-simbol keagamaan juga ekspresi seni yang tertuang dalam interior bangunan masjid khususnya Masjid Agung Demak, akan diperoleh pesan yang terkandung dalam simbol-simbol tersebut.


Dalam proses komunikasi manusia, penyampaikan pesan menggunakan bahasa, baik verbal maupun nonverbal. Bahasa terdiri atas simbol-simbol yang mana simbol tersebut perlu dimaknai agar menjadi komunikasi yang efektif. Pesan sosial yang terbalut sejarah dalam konteks Islam melalui seni arsitektur Masjid Agung Demak membuat penulis tertarik untuk meneliti dan memahami pesan-pesan yang disampaikan oleh simbol dalam arsitektur masjid. Tanda dan simbol merupakan alat dan materi yang digunakan dalam interaksi. Penyampaian informasi, ide perasaan, keterampilan dan lainnya Penggunakan simbol berupa kata-kata, gambar, angka, tulisan dan sebagainya. Peristiwa tersebut merupakan kegiatan atau proses komunikasi

sumber referensi :
repository.unissula.ac.id

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *