Gaya Endogen dan Bentang Alam Yang Di Bentuknya



Gaya
Endogen dan Bentang Alam Yang Di Bentuknya







4.1. Pendahuluan


Proses
proses geologi adalah semua aktivitas yang terjadi di bumi baik yang berasal
dari dalam bumi (endogen) maupun yang berasal dari luar bumi (eksogen). Gaya
endogen adalah gaya yang berasal dari dalam bumi seperti orogenesa dan
epirogenesa, magmatisme dan aktivitas volkanisme, sedangkan gaya eksogen adalah
gaya yang bekerja di permukaan bumi seperti pelapukan, erosi dan mass-wasting
serta sedimentasi. Gaya endogen maupun eksogen merupakan gaya-gaya yang memberi
andil terhadap perubahan bentuk bentangalam (landscape) yang ada di permukaan bumi. Pada gambar 4-1 disajikan
suatu bagan yang memperlihatkan proses-proses geologi (endogen & eksogen)
sebagai agen dalam perubahan bentuk bentangalam.










Gambar
4-1

Proses-proses geologi (proses endogenik dna proses eksogenik) dan perubahan
bentangalam













4.2. Gaya Endogen


Gaya
endogen adalah gaya yang berasal dari dalam bumi. Gaya yang berasal dari dalam
bumi dapat berupa gempabumi, magmatisme, volkanisme, orogenesa dan epirogenesa.
Aktivitas Tektonik adalah aktivitas yang berasal dari pergerakan
lempeng-lempeng yang ada pada kerak bumi (lithosphere). Hasil dari tumbukan
antar lempeng dapat menghasilkan gempabumi, pembentukan pegunungan (orogenesa), dan aktivitas
magmatis/aktivitas gunungapi (volcanism).
Aktivitas magmatis adalah segala aktivitas magma yang berasal dari dalam bumi.
Pada hakekatnya aktivitas magmatis dipengaruhi oleh aktivitas tektonik, seperti
tumbukan lempeng baik secara convergent, divergent dan atau transform.
Pembentukan material kulit bumi (batuan) yang terjadi di Pematang tengah
samudra adalah salah satu contoh dari aktivitas magma, sedangkan pembentukan
gunungapi di kepulauan Hawaii adalah contoh lain dari aktiitas magma yang terjadi
di sepanjang batas lempeng (transforms).
Produk dari aktivitas magma dapat menghasilkan batuan beku, baik batuan beku
intrusive dan batuan beku ekstrusive.


4.3. Bentangalam Endogenik (Bentangalam
Konstruksional)


4.3.1. Bentangalam Struktural (Structural/Tectonic
Landforms)


Bentangalam
Struktural adalah bentangalam yang proses pembentukannya dikontrol oleh gaya
tektonik seperti perlipatan dan atau patahan.


A. Morfologi Lipatan (Folding Mountain)


Morfologi
perlipatan umumnya dicirikan oleh susunan perbukitan dan lembah-lembah yang
berpola sejajar, terbentuk dari batuan sedimen yang terlipat membentuk struktur
sinklin - antiklin. Genetika pembentukan morfologi perlipatan dikontrol oleh
gaya tektonik yang terjadi pada suatu cekungan sedimen.




Gambar 4-2   Morfologi Berbikitan Lipatan dicirikan oleh
bukit dan lembah yang memanjang dan sejajar. Satuan morfologi perbukitan
lipatan dapat diklasifikasikan menjadi sub-sub satuan morfologi: Bukit Antiklin
(A dan C); Lembah Sinklin (B dan D); Lembah Antiklin (E); dan Bukit Sinklin
(F).




Gambar 4-3 Morfologi Berbukitan
Lipatan (Folded Mountains) sebagai hasil dari proses orogenesa (tektonik)





1. Morfologi Punggung Antiklin (Anticlinal
ridges).


Morfologi
Bukit Antiklin adalah bentangalam yang berbentuk bukit dimana litologi
penyusunnya telah mengalami perlipatan membentuk struktur antiklin. Morfologi
punggung antiklin umumnya dijumpai di daerah daerah cekungan sedimen yang telah
mengalami pengangkatan dan perlipatan. Morfologi punggung antiklin merupakan
bagian dari perbukitan lipatan yang bentuknya berupa bukit dengan struktur
antiklin. Jentera geomorfik ”Punggung Antiklin” diklasifikasikan kedalam
jentera geomorfik muda, artinya bahwa proses proses eksogenik (pelapukan,
erosi/denudasi) yang terjadi pada satuan morfologi ini belum sampai merubah
bentuk awalnya yang berupa bukit.




Gambar
4-4
Morfologi Punggung Antiklin yang dicirikan oleh
bentangalam yang berbentuk bukit yang tersusun oleh batuan sedimen berstruktur
antiklin.





2. Morfologi Lembah Antiklin (Anticlinal
valleys)


Bentangalam
Lembah Antiklin adalah bentangalam yang berbentuk lembah yang diapit oleh
sepasang bukit tersusun dari batuan sedimen yang berstruktur antiklin. Jentera
geomorfik ”Lembah Antiklin” dapat diklasifikasikan kedalam jentera geomorfik
dewasa, artinya bahwa proses proses eksogenik (pelapukan, erosi dan denudasi)
yang terjadi pada satuan ini telah merubah bentuk aslinya yang semula berbentuk
”bukit” berubah menjadi ”lembah”.








Gambar
4-5
Morfologi
“Lembah Antiklin” yang dicirikan oleh bentangalam yang berbentuk lembah yang
diapit oleh dua lereng bukit yang arah kemiringan lapisannya berlawanan arah
membentuk struktur antiklin.





3. Morfologi Pungung Sinklin (Synclinal
ridges)


Morfologi
Punggung Sinklin adalah bentangalam yang berbentuk bukit, tersusun dari batuan
sedimen yang membentuk struktur sinklin. Jentera geomorfik ”Punggung Sinklin”
diklasifikasikan kedalam jentera geomorfik dewasa, artinya bahwa proses proses
eksogenik (pelapukan, erosi dan denudasi) yang terjadi pada satuan ini telah
merubah bentuk aslinya yang semula berupa ”lembah” berubah menjadi ”bukit”.
Morfologi Punggung Sinklin dalam geomorfologi dikenal sebagai ”reverse
topographic” (topografi terbalik).








Gambar 4-6. Morfologi Bukit Sinklin
yang dicirikan oleh bentangalam yang berbentuk bukit yang tersusun oleh batuan
sedimen berstruktur sinklin.





4. Morfologi Lembah Sinklin (Synclinal
valleys)


Morfologi
Lembah Sinklin adalah bentangalam yang berbentuk lembah yang tersusun dari
batuan sedimen dengan struktur sinklin. Jentera geomorfik satuan geomorfologi
Lembah Sinklin dapat digolongkan kedalam jentera geomorfik muda, artinya bahwa
proses proses eksogenik (pelapukan, erosi dan denudasi) belum sampai merubah
bentuk aslinya yang berupa ”lembah” menjadi berbentuk ”bukit”.




Gambar 4-7 Morfologi “Lembah Sinklin”
yang dicirikan oleh bentangalam yang berbentuk lembah yang diapit oleh dua
lereng bukit yang arah kemiringan lapisannya mengarah kearah sama membentuk
struktur sinklin.





5. Morfologi Plateau


Morfologi
Plateau adalah bentangalam yang berbentuk dataran dengan batuan penyusunnya
relatif horisontal dan bentuknya menyerupai meja. Morfologi plateau umumnya
dijumpai di daerah yang kondisi geologinya relatif stabil atau relatif kecil
terhadap pengaruh tektonik, sehingga perlapisan batuannya relatif horisontal.
Adanya proses pengangkatan dengan tidak mengakibatkan perlipatan batuan serta
diikuti proses erosi / denudari yang intensif sehingga terbentuk suatu dataran
yang tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya dengan susunan batuannya relatif
horisonatal. Berdasarkan genetikanya, Plateau,
Mesa dan Butte adalah bentuk bentangalam yang proses pembentukannya sama dan
dibedakan berdasarkan ukurannya (dimensinya), dimana plateau berukuran luas,
mesa dengan ukuran yang relatif lebih kecil sedangkan butte merupakan bagian
yang terkecil dan dikenal juga sebagai sisa-sisa dari bentangalam mesa.




Gambar 4-8. Morfologi “Plateau” yang
dicirikan oleh bentangalam yang berbentuk seperti meja dengan bidang atasnya
relative mendatar





6. Morfologi Mesa dan Butte


Morfologi
Mesa adalah bentangalam yang berbentuk dataran dan proses kejadiannya dikontrol
oleh struktur perlapisan mendatar dengan elevasi yang lebih tinggi dari
sekitarnya. Morfologi mesa juga dijumpai di daerah yang kondisi geologinya
relatif stabil atau pengaruh tektoniknya relatif kecil, sehingga pada saat
terjadi pengangkatan perlapisan batuannya tetap horisontal. Morfologi Butte
adalah bentangalam yang berbentuk datar dengan elevasi yang lebih tinggi dari sekitarnya
dan merupakan sisa dari hasil erosi Mesa dengan dimensi yang lebih kecil dari
Mesa.








Gambar 4- 9 Morfologi Mesa (kiri) dan
morfologi Monoklin (kanan)





7. Morfologi Bukit Monoklin (Monoclinal
ridges)


Morofologi
Bukit Monoklin adalah bentangalam yang berbentuk bukit, tersusun dari batuan
sedimen dengan arah kemiringan yang seragam. Morfologi bukit monoklin dapat
berupa bagian sayap dari suatu lipatan antiklin atau sinklin













B. Bentangalam Patahan (Block Faulting
Landforms)


 Bentangalam yang terjadi di daerah patahan,
khusunya di wilayah yang terkena sesar mendatar (strike slip fault), antara
lain Gawir, Bukir Tertekan (pressure ridge), Sag Basin, Shutter Ridge, Linear
valley, Linear ridge, dan Offset River (Gambar 4-10)




Gambar
4-10
Blok diiagram yang memperlihatkan bentuk-bentuk
bentangalam yang terjadi di daerah patahan, khusunya di wilayah yang terkena
sesar mendatar (strike slip fault), antara lain Gawir, Bukir Tertekan (pressure
ridge), Sag Basin, Shutter Ridge, Linear valley, Linear ridge, dan Offset River


  





1.   Morfologi
Gawir Sesar (Escarpments)


Morfologi
Escarpment (Gawir Sesar) adalah bentangalam yang berbentuk bukit dimana salah
satu lerengnya merupakan bidang sesar. Morfologi gawir sesar biasanya dicirikan
oleh bukit yang memanjang dengan perbedaan tinggi yang cukup ekstrim antara
bagian yang datar dan bagian bukit. Pada umumnya bagian lereng yang merupakan
bidang sesar diendapkan material hasil erosi (talus) membentuk morfologi kaki
lereng dengan berelief landai. Pada sesar mendatar, pergeseran memungkinkan
salah satu bagian bergerak kearah atas terhadap bagian lainnya yang kemudian
membentuk gawir.





2.   Morfologi
Punggungan/Bukit Linear (Linear ridge)


Morfologi
punggungan/bukit linear adalah bentangalam yang berbentuk bukit dan terjadi
apabila bidang patahan suatu sesar strike slip fault melalui bukit tersebut dan
menggesernya ke arah yang saling berlawanan, membentuk bukit yang lurus
(linear)





3.   Morfologi
Lembah Linear (Linear valley)


Morfologi
lembah linear adalah morfologi yang berbentuk lembah/cekungan linear yang
terbentuk disepanjang jalur patahan strike slip fault.





4.   Morfologi
Punggungan Tertekan (Pressure Ridge)


Morfologi
“Pressure Ridge” adalah bentangalam yang berbentuk bukit dan terjadi karena
gaya yang bekerja pada suatu sesar mendatar dan akibat tekanan tersebut
mengakibatkan batuan yang berada disepanjang patahan
terpatahkan menjadi beberapa bagian yang kemudian menekan batuan tersebut
kearah atas.










Gambar
4-11
Kiri
Morfologi Escarpment (Gawir Sesar) yang berupa bukit dengan lereng sebagai
bidang sesar dan dicirikan oleh perbedaan relief yang cukup ektrim antara
dataran dan perbukitan. Kanan Morfologi Presure Ridges (Punggung Tertekan) yang
berupa bukit hasil dari pengangkatan yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja
disepanjang patahan.






5. Morfologi Lembah Cekungan (Sag Basin)


Bentangalam
Sag Basin adalah bentangalam yang terbentuk dari hasil pergeseran sesar
mendatar (strike slip fault), dengan bentuk relief yang lebih rendah
dibandingkan dengan pasangannya. Morfologi “Sag Basin” merupakan pasangan dari
morfologi “Pressure Ridge” dan morfologi ini hanya terbentuk pada sesar
mendatar saja.





6. Morfologi Bukit Terpotong (Shutter Ridge)


Bentangalam
shutter ridge landforms (bukit terpotong) umumnya juga dijumpai pada sesar
mendatar. Shutter ridges terjadi apabila salah satu sisi dari bidang sesar
merupakan bagian permukaan tanah yang tinggi dan pada sisi lainnya merupakan
bagian permukaan yang lebih rendah dan akibat adanya pergeseran ini dapat
mengakibatkan tersumbatnya aliran sungai.









Gambar 4-13. (Kiri ) Morfologi “Sag Basin” yang dicirikan oleh
bentangalam yang berbentuk cekungan dan merupakan bagian dari suatu pasangan
sesar mendatar.  Gambar 4-14 (Kanan) Morfologi “Shutter Ridges” (Bukit Terpotong)
yang memperlihatkan bagian batuan yang terangkat kearah atas membentuk
morfologi bukit.








7. Morfologi Stream Offset (Morfologi Sungai
Sigsag)


Morfologi
Stream Offset adalah bentangalam sungai yang arah alirannya berbelok secara
tiba-tiba mengikuti arah arah bidang patahan dan perubahan arah aliran ini
disebabkan oleh pergeseran bukit disepanjang patahan mendatar. Bentuk sungai
yang membelok secara sigsag terjadi karena adanya pergeseran bukit (shutter ridges)
dari pergeseran lateral suatu sesar mendatar seperti sesar yang terdapat pada
sesar San Andreas di Amerika Serikat








Gambar
4-15.
Morfologi “Sungai Sigsag” ditandai oleh bentuk sungai
yang arah alirannya berbelok secara tiba-tiba mengikuti arah patahan yang
disebabkan adanya pergeseran bukit kearah yang berlawanan.


  





8. Morfologi Punggungan Hogback (Hogbag)


Morfologi
Hogback adalah bentangalam yang berbentuk bukit yang memanjang searah dengan
jurus perlapisan batuan dan mempunyai kemiringan lapisan yang lebih besar 45°.
Morfologi Hogbag terjadi kerena sesar/patahan yang memotong searah bidang
perlapisan.




Gambar
4-16

Morfologi “Hogbag” yang dicirikan oleh bentangalam yang berbentuk bukit dengan
kemiringan lapisan batuannya diatas 45°.





9. Morfologi Punggungan/Bukit Horst


Morfologi
Bukit Horst adalah bentangalam yang berbentuk bukit, merupakan bagian yang
menonjol dibandingkan dengan sekitarnya dan dibatasi oleh bidang sesar.







Gambar
4-17
Morfologi “Block Faulting” yang dicirikan oleh
bentangalam yang berbentuk bukit bukit yang dibatasi oleh bidang-bidang sesar
(kiri) dan morfologi “Horst” dan “Graben” (kanan) dicirikan oleh bentangalam
menonjol dan ambles, dibatasi oleh bidang patahan.





10. Morfologi Lembah Graben


Morfologi
Lembah Graben adalah bentangalam yang berbentuk lembah (depresi) dipisahkan
dengan morfologi lainnya oleh bidang patahan.













C. Morfologi Intrusi (Intrusive landforms)


Morfologi
Intrusi (Intrusive landforms) adalah bentangalam berbentuk bukit terisolir yang
tersusun oleh batuan beku dan genesanya dikontrol oleh aktivitas magma. Bukit
intrusi pada awalnya dapat berada dibawah permukaan bumi, namun seiring dengan
berjalannya waktu oleh proses endogenik (pelapukan dan erosi) maka bagian tanah
yang menutupi tubuh batuan intrusi akan tererosi sedangkan tubuh batuan yang
lebih resisten hanya mengalami erosi yang tidak signifikan. Proses endogeniknya
pada akhirnya akan menyisakan tubuh batuan beku yang membentuk morfologi yang
lebih menonjol dibandingkan dengan daerah sekitarnya.




Gambar
4-18

Bentangalam / morfologi “Instrusive Landforms” yang dicirikan oleh bentangalam
yang berbentuk bukit dengan material penyusunnya adalah batuan beku.





4.3.2.    Bentangalam Gunungapi


Pembentukan
bentangalam gunungapi sepenuhnya dikendalikan oleh proses proses geologi (gaya
endogenik) sejak saat pembentukannya hingga setelah gunungapi tersebut
terbentuk. Dengan demikian, bentuk bentuk dan jenis bentangalam gunungapi akan
diicirikan oleh material yang membentuk gunungapi tersebut, dimana sebaliknya
tergantung pada tingkah laku erupsi gunungapinya. Meskipun proses-proses yang
terjadi setelahnya dapat merubah bentuk bentuk bentangalam aslinya. Berikut ini
diuraikan bagaimana bentuk bentuk bentangalam gunungapi terbentuk dan beberapa
kasus tentang perubahan bentangalam gunungapi setelah terbentuk.





1)     Morfologi Gunungapi Perisai (Shield
Volcanoes)


·      
Gunungapi perisai dicirikan oleh kelerengan
yang landai, kurang lebih 50 – 100.


·      
Gunungapi perisai sebagian besar tersusun
dari aliran lava yang relative tipis yang terbentuk disekeliling pusat erupsi.


·      
Hampir semua perisai terbentuk oleh magma
yang berviskositas rendah yang memungkinkan mengalir dengan mudah kearah kaki
lereng dari sumbernya.


·      
Magma berviskositas rendah memungkinkan lava
bergerak kearah kaki lereng, tetapi saat mendingin viskositasnya akan meningkat
sehingga akan menyebabkan lereng bagian bawah menjadi lebih curam.


·      
Pada peta kebanyakan gunungapi perisai
berbentuk oval atau melingkar.


·      
Pada gunungapi perisai, material piroklastik
jarang dijumpai dan apabila ada hanya tersebar disekitar lubang erupsi yang
terbetuk ketika terjadi erupsi.


·      
Dengan demikian, gunungapi perisai merupakan
gunungapi yang bersifat non-explosive.








Gambar
4-19 :
Penampang melintang Gunungapi Perisai




Gambar
4-20:
Morfologi Gunungapi Perisai


2)     Morfologi Kerucut Gunungapi Strato
(Stratovolcanoes)


·      
Kemiringan lerengnya lebih besar dibandingkan
dengan gunungapi perisai, dengan sudut lereng berkisar antara 60
100 di bagian kaki dan kearah puncak mencapai sudut lerengnya
mencapai 300.


·      
Keterjalan lereng yang berada dekat puncak
disebabkan aliran lava yang viskositasnya rendah tidak dapat mengalir lebih
jauh kearah kaki lereng.


·      
Kelerengan yang rendah di kaki gunungapi
dikarenakan akumulasi material hasil erosi dari gunungapi dan akumulasi
material piroklastik


·      
Gunungapi strato umumnya tersusun dari
perselingan lava dan material piroklastik


·      
Gunungapi strato umumnya bersifat eksplosif
dibandingkan dengan gunungapi perisai dikarenakan sifat magmanya yang
viskositasnya lebih tinggi.




Gambar
4-21
:
Penampang melintang Gunungapi Strato









Gambar
4-22
:
Morfologi Gunungapi Strato





3)     Morfologi Kerucut Cinder (Cinder Cones)


·       Kerucut
Cinder adalah kerucut gunungapi yang volumenya kecil didominasi oleh tephra
hasil erupsi Stromboli. Umumnya bersusunan material basaltis – andesitic.


·       Merupakan
endapan hasil jatuhan material erupsi disekitar lubang kepundan.


·       Kelerengan
kerucut gunungapi dikontrol oleh sudut kestabilan dari material yang bersifat
lepas, umumnya berkisar antara 250 – 350.


·       Tersusun
dari perselingan lapisan piroklastik dengan ukuran yang berbeda beda yang
disebabkan oleh intensitas tingkat letusan yang berbeda.


·       Apabila
aliran lava diemisikan dari kerucut tepehra, seringkali diemisikan dari lubang
kepundan atau dekat dasar kerucut selama tahap erupsi selanjutnya.


·       Kerucut
cinder umumnya terbentuk disekitar lubang kepundan dan badan gunungapi strato.


·      
Kerucut cinder seringkali terbentuk dalam
kelompok, dimana puluhan hingga ratusan kerucut dapat dijumpai di satu tempat.




Gambar
4-23:
Penampang melintang Kerucut Cinder




Gambar
4-24:
Morfologi Kerucut Cinder





4)     Morfologi Kawah Maar.


·      
Morfologi Maar adalah bentangalam berelief
rendah dan luas dari suatu kawah gunungapi hasil erupsi preatik atau
preatomagmatik, letusannya disebabkan oleh air bawah tanah yang kontak dengan
magma. Ciri dari morfologi Maar umumnya diisi oleh air membentuk suatu danau
kawah yang dangkal.


·      
Bagian dari diding kawah seringkali runtuh
kedalam kawah, lubang kawah terisi material lepas dan apabila kawah masih lebih
dalam dibandingkan dengan muka air tanah, maka kawah akan terisi air membentuk
suatu danau dengan ketinggian air setinggi muka air tanahnya.




Gambar
4-25 :
Penampang melintang Maar









Gambar 4-26:  Morfologi Kawah Maar





5)     Morfologi Kubah Gunungapi (Volcanic Domes) /
Sumbat Lava (Lava Plug
)


·       Kubah
gunungapi merupakan hasil ekstrusi lava yang berkomposisi rhyolitic atau
andesitic dengan viskositas tinggi dan kandungan gas yang kecil. Selama
viskositasnya tinggi maka lava tidak dapat mengalir jauh dari lubang
kepundannya, sebaliknya akan naik membentuk tiang diatas lubang kepundan.


·       Permukaan
kubah gunungapi umumnya sangat kasar dengan sejumlah spines yang mengalami
tekanan oleh magma yang berada dibawahnya.






Gambar
4-27:
Penampang Kubah Gunungapi









Gambar
4-28:
Morfologi Kubah Lava Gunungapi





6)     Morfologi Kawah dan Kaldera (Craters and
Calderas landforms)


·      
Kawah adalah cekungan yang berbentuk
melingkar, umumnya berdiameter kurang dari 1 km dan terbentuk sebagai hasil
eksplosi ketika melepaskan gas atau tephra.


·      
Kaldera adalah cekungan berbentuk melingkar
dengan luas berkisar aantara 1 – 50 km. Kaldera terbentuk sebagai hasil
runtuhnya struktur badan gunungapi. Hasil runtuhannya masuk kedalam ruangan
magma.


·      
Kaldera seringkali berupa cekungan yang
tertutup sehingga mampu menampung air hujan sehingga seringkali membentuk danau
didalam kaldera.




Gambar 4-29 : Morfologi Kaldera


7)     Morfologi Plateau Basalt


·      
Plateau basalt adalah aliran magma basaltic
yang sangat encer dengan viskositas rendah yang keluar dari lubang kepundan
yang berbentuk linear. Lava basalt mengalir tersebar kearea yang luas dengan
kelerengan yang landai membentuk suatu plateau.


·      
Contoh plateau basalt yang sangat terkenal
adalah yang terjadi di Iceland pada tahun 1783, dimana lava basalt keluar dari
rekahan fiisure sepanjang 32 km dan menutupi area seluas 588 km2
dengan 12 km3 lava.




Gambar
4-30:
Morfologi Plateau Basalt





8)     Morfologi Jenjang Gunungapi (Volcanic-neck
Landforms)


Morfologi Jenjang Gunungapi adalah bentangalam yang
berbentuk bukit yang menyerupai leher atau tiang merupakan sisa dari proses
denudasi suatu gunungapi.




Gambar
4-31:
Morfologi Jenjang Gunungapi





9.  Morfologi Perbukitan Sisa
Gunungapi (Volcanic Remnant Landforms)


Morfologi
perbukitan sisa gunungapi (volcanic remnant) adalah bentangalam yang berbentuk
perbukitan/bukit yang merupakan sisa-sisa dari suatu gunungapi yang telah
mengalami proses denudasi.









Gambar 4-32:
Morfologi Sisa Gunungapi (Volcanic remnant)





10. Morfologi Aliran Lava


Morfologi
Aliran Lava adalah suatu bentuk bentangalam yang berbentuk datar yang terjadi
oleh proses pengendapan aliran lava yang keluar dari erupsi suatu gunungapi.





11. Morfologi Punggungan Aliran Piroklastik /
Lahar


Morfologi
Punggungan/bukit aliran piroklastik/lahar adalah suatu bentuk bentangalam yang
berupa punggungan atau bukit yang terjadi oleh proses pengendapan aliran
piroklastik/lahar produk gunungapi.




Gambar
4-33:
Morfologi Aliran Lava









Gambar 4-34:
Morfologi Punggungan Aliran Piroklastik





12. Morfologi Dataran / Kipas Aliran Lava


Morfologi
dataran/kipas aliran lava adalah suatu bentuk bentangalam dataran atau
menyerupai kipas merupakan hasil pengendapan aliran lava yang keluar dari
erupsi suatu gunungapi.




Gambar 4-35:
Morfologi Dataran Aliran Lava













13. Morfologi Dataran / Kipas Aliran
Piroklastik


Morfologi
dataran/kipas aliran piroklastik adalah suatu bentuk bentangalam dataran atau
menyerupai kipas merupakan hasil pengendapan material piroklastik.









Gambar 4-36:
Morfologi Dataran Piroklastik





15. Morfologi Dataran Antara Gunungapi


Morfologi
dataran antara gunungapi adalah suatu bentuk bentangalam dataran yang berada diantara
kumpulan gunungapi.




Gambar 4-37:
Morfologi Dataran Antara Gunungapi












Sumber : Djauhari Noor, 2012, Pengantar Geologi. 










Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya



Jika teman-teman masih bingung cara download silahkan klik link di bawah ini (CATATAN : LANGSUNG KE LANGKAH NO.7):