TINJAUAN PUSTAKA BATUAN BEKU





Batuan Beku





3.3.1.
Pengertian Batuan Beku


Batuan
beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari
magma yang mendingin dan
mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di
bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik)
maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah
ada, baik di mantel ataupun
kerak bumi.
Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:
kenaikan temperatur, penurunan
tekanan, atau perubahan
komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan,
sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.




3.3.2.
Struktur Batuan Beku


Berdasarkan
tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan beku extrusive dan
intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan pada tekstur masing
masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan
hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai
struktur batuan beku


1.
Struktur batuan beku ekstrusif


Batuan beku
ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan
bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang
memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava
tersebut. Struktur ini diantaranya:


1.    
Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan
suatu masa batuan yang terlihat seragam.


2.    
Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang
terlihat sebagai lapisan


3.    
Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan
batuan terpisah poligonal seperti batang pensil.


4.     Pillow
lava,
yaitu
struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal. Hal ini diakibatkan
proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.


5.     Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan
lubang-lubang pada batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada
saat pembekuan.


6.     Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang
kemudian terisi oleh mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit


7.     Struktur
aliran,
yaitu
struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran mineral pada arah tertentu
akibat aliran


2.
Struktur Batuan Beku Intrusif


Batuan beku
ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dibawah
permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang
diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu
konkordan dan diskordan.




Gambar
3-6 Bagan Struktur Batuan Beku Intrusif


A.  Konkordan


Tubuh batuan
beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis jenis dari
tubuh batuan ini yaitu :


a)     Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran
dan sejajar dengan perlapisan batuan disekitarnya.




b)   
Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk
kubah (dome), dimana perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung
akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.
Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.








c)    
Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan
kebalikan dari laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah.
Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan
sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.








d)    Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati
sinklin atau antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith
berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.


B.   
Diskordan


Tubuh batuan beku intrusif yang
memotong perlapisan batuan disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:


a)     Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong
perlapisan disekitarnya dan memiliki bentuk tabular atau memanjang.
Ketebalannya dari beberapa sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang
ratusan meter.








b)    Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki
ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang
besar.








c)     Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip
dengan Batolith tetapi ukurannya lebih kecil
















3.3.3.
Tekstur Batuan Beku


Magma
merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan temperatur, perubahan
tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma ini mengalami
kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat pembekuan magma
mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda. Ketika
batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di bawah
permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral penyusunya
memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran mineral
yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan
tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan beku tidak
sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas
(obsidian) yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk
biasanya berukuran relatif kecil. Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku
dapat dibedakan berdasarkan:


1)    
Tingkat kristalisasi


·       Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir
seluruhnya disusun oleh kristal


·       Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun
oleh kristal dan gelas


·       Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir
seluruhnya tersusun oleh gelas


2)    
Ukuran butir


·       Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir
seluruhmya tersusun oleh mineral-mineral yang berukuran kasar.


·       Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir
seluruhnya tersusun oleh mineral berukuran halus.


3)    
Bentuk kristal


Ketika
pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali biasanya berbentuk
sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya mengisi ruang yang ada
sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang terlihat melalui
pengamatan mikroskop yaitu:


ü  Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna


ü  Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang
sempurna


ü  Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak
sempurna.


4)    
Berdasarkan kombinasi bentuk
kristalnya


a.     Unidiomorf
(Automorf),

yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang kristal atau bentuk
kristal euhedral (sempurna)


b.     Hypidiomorf
(Hypautomorf),

yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk euhedral dan subhedral.


c.      Allotriomorf
(Xenomorf),
sebagian
besar penyusunnya merupakan kristal yang berbentuk anhedral.


5)    
Berdasarkan keseragaman antar
butirnya


a.     Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun
batuannya hampir sama


b.     Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun
batuannya tidak sama





3.3.4.
Klasifikasi Batuan Beku


Batuan beku diklasifikasikan
berdasarkan tempat terbentuknya, warna, kimia, tekstur, dan mineraloginya.


1.    
Berdasarkan tempat terbentuknya
batuan beku dibedakan atas:


a.      Batuan
beku Plutonik
,
yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi.


b.     Batuan
beku Hypabisal,

yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari permukaan bumi


c.      Batuan
beku vulkanik,

yaitu batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi Berdasarkan warnanya,
mineral pembentuk batuan beku ada dua yaitu mineral mafic (gelap)
seperti olivin, piroksen, amphibol dan biotit, dan mineral felsic (terang)
seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid.


2.    
Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya
yaitu:


a.     
Leucocratic
rock, kandungan mineral mafic < 30%


b.    
Mesocratic
rock, kandungan mineral mafic 30% - 60%


c.     
Melanocratic
rock, kandungan mineral mafic 60% - 90%


d.    
Hypermalanic
rock, kandungan mineral mafic > 90%


3. Berdasarkan
kandungan  kimianya  yaitu 
kandungan SiO2-nya  batuan
beku  diklasifikasikan menjadi empat
yaitu:


Ø  Batuan
beku asam (acid),

kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit.


Ø  Batuan
beku menengah (intermediat),
kandungan SiO2 65% - 52%. Contohnya Diorit,
Andesit


Ø  Batuan
beku basa (basic),

kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya Gabbro, Basalt


Ø  Batuan
beku ultra basa (ultra basic),
kandungan SiO2 < 30%










3.3.5.
Pengelompokan Batuan Beku


Untuk
membedakan berbagai jenis batuan beku yang terdapat di Bumi, dilakukan berbagai
cara pengelompokan terhadap batuan beku (gambar 3-7). Pengelompokan yang
didasarkan kepada susunan kimia batuan, jarang dilakukan. Hal ini disebabkan
disamping prosesnya lama dan mahal, karena harus dilakukan melalui analisa
kimiawi. Dan yang sering digunakan adalah yang didasarkan kepada tekstur
dipadukan dengan susunan mineral, dimana keduanya dapat dilihat dengan kasat
mata.







Gambar
3-7
   Dasar Klasifikasi Batuan Beku


Pada
gambar 3-8 diperlihatkan pengelompokan batuan beku dalam bagan, berdasarkan
susunan mineralogi. Gabro adalah batuan beku dalam dimana sebagian besar
mineral-mineralnya adalah olivine dan piroksin. Sedangkan Felsparnya terdiri
dari felspar Ca-plagioklas. Teksturnya kasar atau phanerik, karena mempunyai
waktu pendinginan yang cukup lama didalam litosfir. Kalau dia membeku lebih
cepat karena mencapai permukaan bumi, maka batuan beku yang terjadi adalah
basalt dengan tekstur halus. Jadi Gabro dan Basalt keduanya mempunyai susunan
mineral yang sama, tetapi teksturnya berbeda. Demikian pula dengan Granit dan
Rhyolit, atau Diorit dan Andesit. Granit dan Diorit mempunyai tekstur yang
kasar, sedangkan Rhyolit dan Andesit, halus. Basalt dan Andesit adalah batuan
beku yang banyak dikeluarkan gunung-berapi, sebagai hasil pembekuan lava.


Batuan
beku juga dapat dikelompokan berdasarkan bentuk-bentuknya didalam kerak Bumi.
Pada saat magma menerobos litosfir dalam perjalanannya menuju permukaan Bumi,
ia dapat menempati tempatnya didalam kerak dengan cara memotong struktur batuan
yang telah ada, atau mengikuti arah dari struktur batuan. Yang memotong
struktur disebut bentuk-bentuk diskordan, sedangkan yang mengikuti struktur
disebut konkordan (gambar 3-9).




Gambar 3-8 
Klasifikasi batuan beku berdasarkan Tekstur dan Komposisi Mineral


3.3.6.
Magma


Dalam daur
batuan dicantumkan bahwa batuan beku bersumber dari proses pendinginan dan
penghabluran lelehan batuan didalam Bumi yang disebut magma. Magma adalah suatu
lelehan silikat bersuhu tinggi berada didalam Litosfir, yang terdiri dari
ion-ion yang bergerak bebas, hablur yang mengapung didalamnya, serta mengandung
sejumlah bahan berwujud gas. Lelehan tersebut diperkirakan terbentuk pada
kedalaman berkisar sekitar 200 kilometer dibawah permukaan Bumi, terdiri
terutama dari unsur-unsur yang kemudian membentuk mineral-mineral silikat.
Magma yang mempunyai berat-jenis lebih ringan dari batuan sekelilingnya, akan
berusaha untuk naik melalui rekahan-rekahan yang ada dalam litosfir hingga
akhirnya mampu mencapai permukaan Bumi.


Apabila
magma keluar, melalui kegiatan gunung-berapi dan mengalir diatas permukaan
Bumi, ia akan dinamakan lava. Magma ketika dalam perjalanannya naik menuju ke
permukaan, dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya ketika masih berada didalam
litosfir dan membentuk dapur-dapur magma sebelum mencapai permukaan. Dalam
keadaan seperti itu, magma akan membeku ditempat, dimana ion-ion didalamnya akan
mulai kehilangan gerak bebasnya kemudian menyusun diri, menghablur dan
membentuk batuan beku. Namun dalam proses pembekuan tersebut, tidak seluruh
bagian dari lelehan itu akan menghablur pada saat yang sama. Ada beberapa jenis
mineral yang terbentuk lebih awal pada suhu yang tinggi dibanding dengan
lainnya.


Dalam gambar
3-10 diperlihatkan urutan penghabluran (pembentukan mineral) dalam proses
pendinginan dan penghabluran lelehan silikat. Mineral-mineral yang mempunyai
berat-jenis tinggi karena kandungan Fe dan Mg seperti olivine, piroksen, akan
menghablur paling awal dalam keadaan suhu tinggi, dan kemudian disusul oleh
amphibole dan biotite. Disebelah kanannya kelompok mineral felspar, akan
diawali dengan jenis felspar calcium (Ca-Felspar) dan diikuti oleh felspar
kalium (K-Felspar). Akibatnya pada suatu keadaan tertentu, kita akan
mendapatkan suatu bentuk dimana hublur-hablur padat dikelilingi oleh lelehan.


Bentuk-bentuk
dan ukuran dari hablur yang terjadi, sangat ditentukan oleh derajat kecepatan
dari pendinginan magma. Pada proses pendinginan yang lambat, hablur yang
terbentuk akan mempunyai bentuk yang sempurna dengan ukuran yang besar-besar.
Sebaliknya, apabila pendinginan itu berlangsung cepat, maka ion-ion didalamnya
akan dengan segera menyusun diri dan membentuk hablur-hablur yang berukuran
kecil-kecil, kadang berukuran mikroskopis. Bentuk pola susunan hablur-hablur
mineral yang nampak pada batuan beku tersebut dinamakan tekstur batuan.




Disamping
derajat kecepatan pendinginan, susunan mineralogi dari magma serta kadar gas
yang dikandungnya, juga turut menentukan dalam proses penghablurannya.
Mengingat magma dalam aspek-aspek tersebut diatas sangat berbeda, maka batuan
beku yang terbentuk juga sangat beragam dalam susunan mineralogi dan kenampakan
fisiknya. Meskipun demikian, batuan beku tetap dapat dikelompokan berdasarkan
cara-cara pembentukan seta susunan mineraloginya.




Gambar
3-10
Seri Reaksi Bowen (urutan
pembentukan mineral pada proses pendinginan dan Penghabluran dari larutan
silikat magma )










3.3.7.
Proses Pembentukan Magma


Magma
dalam kerak Bumi dapat terbentuk sebagai akibat dari perbenturan antara 2 (dua)
lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi itu menunjam
dan menyusup kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari gesekan yang berlangsung
antara kedua lempeng litosfir tersebut, maka akan terjadi peningkatan suhu dan
tekanan, ditambah dengan penambahan air berasal dari sedimen-sedimen samudra
akan disusul oleh proses peleburan sebagian dari litosfir (gambar 3-11). Sumber
magma yang terjadi sebagai akibat dari peleburan tersebut akan menghasilkan
magma yang bersusunan asam (kandungan unsur SiO2 lebih besar dari
55%). Magma yang bersusunan basa, adalah magma yang terjadi dan bersumber dari
astenosfir. Magma seperti itu didapat di daerah-daerah yang mengalami gejala
regangan yang dilanjutkan dengan pemisahan litosfir.




Gambar 3-11 Interaksi konvergen lempeng
litosfir yang menghasilkan pembentukan magma




Berdasakan
sifat kimiawinya, batuan beku dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok,
yaitu: (1) Kelompok batuan beku ultrabasa/ultramafic; (2) Kelompok batuan beku basa;
(3) Kelompok batuan beku intermediate; dan (4) Kelompok batuan beku asam.
Dengan demikian maka magma asal yang membentuk batuan batuan tersebut diatas
dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu magma basa, magma intermediate, dan magma
asam. Yang menjadi persoalan dari magma adalah :


v Apakah benar bahwa magma terdiri
dari 3 jenis (magma basa, intermediate, asam) ?


v Apakah mungkin magma itu hanya ada
satu jenis saja dan kalau mungkin bagaimana menjelaskan cara terbentuknya
batuan-batuan yang komposisinya bersifat ultrabasa, basa, intermediate dan
asam?


Berdasarkan
pengelompokan batuan beku, maka pertanyaan pertama dapat dibenarkan dan masuk
akal apabila magma terdiri dari 3 jenis, sedangkan pertanyaan kedua, apakah
benar bahwa magma hanya ada satu jenis saja dan bagaimana caranya sehingga
dapat membentuk batuan yang bersifat ultrabasa, basa, intermediate, dan asam?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 2 cara untuk menjelaskan bagaimana batuan
yang bersifat basa, intermediate, dan asam itu dapat terbentuk dari satu jenis
magma saja? Jawabannya adalah melalui proses Diferensiasi Magma dan proses
Asimilasi Magma.


DIFERENSIASI MAGMA adalah proses penurunan temperatur
magma yang terjadi secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya
mineral-mineral seperti yang ditunjukkan dalam deret reaksi Bowen. Pada
penurunan temperatur magma maka mineral yang pertama kali yang akan terbentuk
adalah mineral Olivine, kemudian dilanjutkan dengan Pyroxene, Hornblende,
Biotite (Deret tidak kontinu). Pada deret yang kontinu, pembentukan mineral
dimulai dengan terbentuknya mineral Ca-Plagioclase dan diakhiri dengan
pembentukan Na-Plagioclase. Pada penurunan temperatur selanjutnya akan
terbentuk mineral K-Feldspar(Orthoclase), kemudian dilanjutkan oleh Muscovite
dan diakhiri dengan terbentuknya mineral Kuarsa (Quartz). Proses pembentukan
mineral akibat proses diferensiasi magma dikenal juga sebagai Mineral Pembentuk
Batuan (Rock Forming Minerals).


Pembentukan
batuan yang berkomposisi ultrabasa, basa, intermediate, dan asam dapat terjadi
melalui proses diferensiasi magma. Pada tahap awal penurunan temperatur magma,
maka mineral-mineral yang akan terbentuk untuk pertama kalinya adalah Olivine,
Pyroxene dan Ca-plagioklas dan sebagaimana diketahui bahwa mineral-mineral
tersebut adalah merupakan mineral penyusun batuan ultra basa. Dengan
terbentuknya mineral-mineral Olivine, pyroxene, dan Ca-Plagioklas maka
konsentrasi larutan magma akan semakin bersifat basa hingga intermediate dan
pada kondisi ini akan terbentuk mineral mineral Amphibol, Biotite dan
Plagioklas yang intermediate (Labradorite – Andesine) yang merupakan mineral
pembentuk batuan Gabro (basa) dan Diorite (intermediate). Dengan terbentuknya
mineral-mineral tersebut diatas, maka sekarang konsentrasi magma menjadi
semakin bersifat asam. Pada kondisi ini mulai terbentuk mineral-mineral
K-Feldspar (Orthoclase), Na-Plagioklas (Albit), Muscovite, dan Kuarsa yang
merupakan mineral-mineral penyusun batuan Granite dan Granodiorite (Proses
diferensiasi magma ini dikenal dengan seri reaksi Bowen).


ASIMILASI MAGMA adalah proses meleburnya batuan
samping (migling) akibat naiknya magma ke arah permukaan dan proses ini dapat
menyebabkan magma yang tadinya bersifat basa berubah menjadi asam karena
komposisi batuan sampingnya lebih bersifat asam. Apabila magma asalnya bersifat
asam sedangkan batuan sampingnya bersifat basa, maka batuan yang terbentuk
umumnya dicirikan oleh adanya Xenolite (Xenolite adalah fragment batuan yang
bersifat basa yang terdapat dalam batuan asam). Pembentukan batuan yang berkomposisi
ultrabasa, basa, intermediate, dan asam dapat juga terjadi apabila magma asal
(magma basa) mengalami asimilasi dengan batuan sampingnya. Sebagai contoh suatu
magma basa yang menerobos batuan samping yang berkomposisi asam maka akan
terjadi asimilasi magma, dimana batuan samping akan melebur dengan larutan
magma dan hal ini akan membuat konsentrasi magma menjadi bersifat intermediate
hingga asam. Dengan demikian maka batuan-batuan yang berkomposisi mineral 
intermediate
maupun asam dapat terbentuk dari magma basa yang mengalami asimilasi dengan
batuan sampingnya. Klasifikasi batuan beku dapat dilakukan berdasarkan
kandungan mineralnya, kejadian / genesanya (plutonik, hypabisal, dan volkanik),
komposisi kimia batuannya, dan indek warna batuannya. Untuk berbagai keperluan
klasifikasi, biasanya kandungan mineral dipakai untuk mengklasifikasi batuan
dan merupakan cara yang paling mudah dalam menjelaskan batuan beku.



Berdasarkan kejadiannya (genesanya),
batuan beku dapat dikelompokkan sebagai berikut:


*     Batuan
Volcanic
adalah
batuan beku yang terbentuk dipermukaan atau sangat dekat permukaan bumi dan
umumnya berbutir sangat halus hingga gelas.


*     Batuan
Hypabysal
adalah
batuan beku intrusive yang terbentuk dekat permukaan bumi dengan ciri umum
bertekstur porphyritic.


*     Batuan
Plutonic
adalah
batuan beku intrusive yang terbentuk jauh dibawah permukaan bumi dan umumnya
bertekstur sedang hingga kasar.


*     Batuan
Extrusive
adalah
batuan beku, bersifat fragmental atau sebaliknya dan terbentuk sebagai hasil
erupsi ke permukaan bumi.


*     Batuan
Intrusive
adalah
batuan beku yang terbentuk dibawah permukaan bumi.










3.3.8.
Penamaan Batuan Beku


Penamaan
batuan beku ditentukan berdasarkan dari komposisi mineral-mineral utama
(ditentukan berdasarkan persentase volumenya) dan apabila dalam penentuan
komposisi mineralnya sulit ditentukan secara pasti, maka analisis kimia dapat
dilakukan untuk memastikan komposisinya. Yang dimaksud dengan klasifikasi
batuan beku disini adalah semua batuan beku yang terbentuk seperti yang
diuraikan diatas (volkanik, plutonik, extrusive, dan intrusive). Dan batuan
beku ini mungkin terbentuk oleh proses magmatik, metamorfosa, atau kristalisasi
metasomatism.






Gambar
3-12 Tekstur Batuan Beku


Penamaan
batuan beku didasarkan atas TEKSTUR BATUAN dan KOMPOSISI MINERAL. Tekstur
batuan beku adalah hubungan antar mineral dan derajat kristalisasinya. Tekstur
batuan beku terdiri dari 3 jenis (gambar 3-12), yaitu Aphanitics (bertekstur
halus), Porphyritics (bertekstur halus dan kasar), dan Phanerics (bertekstur
kasar). Pada batuan beku kita mengenal derajat kristalisasi batuan: Holohyaline
(seluruhnya terdiri dari mineral amorf/gelas)), holocrystalline (seluruhnya
terdiri dari kristal), dan hypocrystalline (sebagian teridiri dari amorf dan
sebagian kristal). Sedangkan bentuk mineral/butir dalam batuan beku dikenal
dengan bentuk mineral: Anhedral, Euhedral, dan Glass/amorf. Komposisi mineral
utama batuan adalah mineral penyusun batuan (Rock forming mineral) dari Bowen
series, dapat terdiri dari satu atau lebih mineral. Komposisi mineral dalam
batuan beku dapat terdiri dari mineral primer (mineral yang terbentuk pada saat
pembentukan batuan / bersamaan pembekuan magma) dan mineral sekunder (mineral
yang terbentuk setelah pembentukan batuan). Dalam Tabel 3-4 diperlihatkan jenis
batuan beku Intrusif dan batuan beku Ekstrusif dan batuan
Ultramafik beserta komposisi mineral utama dan mineral sedikit yang menyusun
pada setiap jenis batuannya.


Tabel
3-4 Batuan beku berdasarkan kandungan mineral utama dan minor mineral










Sumber : Djauhari Noor, 2012, Pengantar Geologi. 







Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya



Jika teman-teman masih bingung cara download silahkan klik link di bawah ini (CATATAN : LANGSUNG KE LANGKAH NO.7):