Tinjauan Umum Cekungan jawa barat utara




Tinjauan Umum Cekungan jawa barat utara






Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai hydrocarbon province. Cekungan ini berada di bagian Barat laut dari
pulau Jawa dan membentang hingga laut Utara Jawa yang meliputi daerah dengan
luas 40.000 km
2 dan 25.000 km2 berada di daerah laut. Secara umum cekungan Jawa Barat Utara ini
dibatasi oleh cekungan lain yaitu Cekungan Bogor di bagian selatan, Platform
Seribu di bagian Barat laut, Cekungan Arjuna di bagian Utara dan Busur Karimun
Jawa di bagian timur laut (Gambar 2.1).









Gambar 2.1 Geologi Regional dan
Penampang Cekungan Jawa Barat Utara (Harreira dkk, 1991).







Secara regional cekungan ini merupakan cekungan belakang busur yang
berhubungan langsung dengan
Sumatera-Java
arc trech system
. Aktivitas tektonik pada area cekungan belakang busur ini
menyebabkan terbentuknya patahan- patahan besar yang merupakan sesar-sesar
turun yang berarah utara-selatan di bagian Utara cekungan. Patahan-patahan
inilah yang mengontrol pembentukan struktur
horst
dan graben pada cekungan belakang
busur ini khususnya di Cekungan
Jawa Barat Utara dan membagi cekungan
menjadi 3 (tiga)
Sub-cekungan yaitu, Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Pasir Putih dan
Sub-Cekungan Jatibarang (Adnan dkk.,1991). Ketiga Sub-Cekungan ini dipisahkan
oleh Tinggian (blok naik dari sesar) yaitu, Tinggian Pamanukan, Tinggian
Rengasdangklok, Tinggian Tangerang dan Tinggian Arjawinangun yang mana sangat
dipengaruhi oleh penyebaran fasies batuan sedimen berumur Tersier baik sebagai
batuan induk (
Source Rock) maupun
sebagai reservoir (Reminton and Pranyoto, 1985; Adnan,dkk.,
1991).





Gambar 2.2 Sistem
horst-graben pada Cekungan Jawa Barat Utara (Patmosukismo dan Yahya,
1974)



Hidrokarbon daerah Cekungan Jawa Barat Utara sebagian besar dihasilkan
oleh Formasi Jatibarang, Batugamping Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan, dan
Formasi Parigi. Ketebalan sedimen berkisar antara 3000m – 4000m pasa sub-
cekungan dan kurang dari 1000m pada tinggian-tinggian (Reminton and Nasir,
1986).


 2.2.      
Sedimentasi Cekungan Jawa Barat
Utara



Periode sedimentasi Tersier
di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai pada kala
Eosen Tengah-Oligosen Awal dengan pengendapan Formasi vulkanik Jatibarang di atas permukaan bidang erosi dari batuan Pra-Tersier. Hal ini
berhubungan dengan interaksi antar lempeng di sebelah selatan pulau Jawa,
akibatnya daerah-daerah yang masih labil menjadi sering mengalami aktivitas
tektonik yang mana material-
material vulkanik dari arah Timur mulai diendapkan. Material vulkanik
dihasilkan oleh aktivitas vulkanisme dari pusat-pusat erupsi di Sub-Cekungan
Jatibarang dan Tinggian Pamanukan. Pengendapan konglomerat dan tufa terjadi di
timur paparan Pulau Seribu (Tinggian Tangerang) dihasilkan oleh erosi aktif
dekat sumber di sebelah Barat dan Sub-Cekungan Pasir Putih dan Jatibarang terus mengalami penurunan dengan cepat sehingga
dapat menerima sedimen vulkanik sampai 1000m.






Pada Miosen Awal, fase transgresi pertama mulai berlangsung dengan dimulainya
penggenangan cekungan oleh air laut di timur dan air rawa di barat. Fase trasgesi ini menghasilkan sedimen
anggota Cibulakan bawah (setara dengan Formasi Talang Akar) yang diendapkan di
atas bidang ketidakselarasan menyudut dari Formasi vulkanik Jatibarang.
Selanjutnya pada akhir Miosen Awal aktifitas
vulkanik semakin berkurang
sehingga daerah-daerah menjadi relatif stabil, hanya Sub-Cekungan Ciputat
yang mengalami penurunan
cepat dan air mulai mengenangi Tinggian Tanggerang sehingga
sedimen klastik yang dihasilkan diendapkan di
laut yang berbeda. Pada akhir Miosen Awal daerah cekungan relatif stabil
dan daerah sebelah Barat Pamanukan merupakan platform laut dangkal dan karbonat
berkembang membentuk batugamping setara dengan Formasi Baturaja, sedangkan di
bagian timur laut menjadi lebih dalam kemudian Tinggian Tangerang tetap muncul
walaupun dengan relif yang rendah.


Pada Miosen Tengah seiring dengan pengendapan
karbonat, laut menjadi meluas kearah Barat dan menggenangi Tinggian Tangerang
dan Tinggian Rengasdangklok. Trasgersi ini terjadi disebabkan oleh penurunan
yang cepat oleh Sub-Cekungan Ciputat dan Pasir Putih dan sedimen yang terbentuk
merupakan anggota Cibulakan Atas dengan ketebalan 1200 m di Sub-Cekungan Pasir
(Pertamina, 2002). Selama akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir cekungan
kembali menjadi stabil
dan fase trasgresi kedua mulai terjadi sehingga
membentuk pengendapan batugamping Formasi Parigi yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal. Pertumbuhan karbonat Formasi Parigi ini sebagai buildup yang memanjang dengan
arah relatif utara-selatan, sedangkan lereng berkembang sejajar dengan bentuk build-up.
Pada periode ini dari Jatibarang ke Cisubuh laut terbuka adalah ke arah Selatan,
sedangkan dari Cisubuh
ke Jatinegara dan Rengasdangklok
adalah ke arah barat.


Mulai Miosen Akhir sampai dengan Pliosen, fase transgresi mencapai maksimum dan
terjadi pengangkatan dataran di bagian utara setara dasar laut
menjadi lebih dalam sehingga
pertumbuhan karbonat berhenti
dan regesi pun terjadi
dengan adanya pengendapan Formasi Cisubuh di lingkungan marginal marine paralic dan pengangkatan di bagian sumbu Pulau Jawa
membentuk antiklin pada Pliosen Akhir sehingga mengakhiri pengendapan Formasi
Cisubuh ini.