Tatanan Tektonik Cekungan Jawa Barat Utara





Tatanan Tektonik Cekungan Jawa Barat Utara






Cekungan Jawa Barat Utara
terdiri dari dua area, yaitu laut (offshore) di utara
dan darat (onshore) di selatan. Sejarah
tektonik Cekungan Jawa Barat Bagian
Utara ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah tektonik global Asia
Selatan, Asia Tenggara dan Benua
Australia. Seluruh area didominasi oleh patahan ekstensional (extensional
faulting
) dengan sangat
minim struktur kompresional. Cekungan Jawa Barat
Bagian Utara merupakan cekungan dengan multihistory terkait aktivitas tektonik dimulai
pada Pra-Tersier hingga Resen. Secara regional di Cekungan Jawa Barat Bagian Utara terjadi 4 (empat)
kali periode tektonik utama, yaitu :












2.1.1.  
Tektonik Pra-tersier sampai dengan Eosen (100 - 56 Ma)



Periode
ini ditandai dengan peristiwa tumbukan dan
perkembangan Busur Meratus,
pengangkatan, erosi dan penurunan temperatur yang terjadi pada Paleosen.
Pada kala ini Cekungan Jawa Barat Utara dapat diklasifikasikan sebagai fore are basin dengan dijumpainnya
orientasi struktural yang mengindikasikan kontrol “Meratus trend”. Peristiwa magmatisme terjadi
pada hampir seluruh daerah baik onshore dan
offshore. Selain itu, pada periode ini terjadi metamorfosa batuan sedimen
karbonat dan serpih dari Sunda continental
passive margine
pada Akhir Kapur serta terjadi pula peristiwa intrusi andesitik
pada hampir seluruh Cekungan Jawa Barat Utara. Pada periode ini merupakan periode subduksi di bawah Sundaland
yang memanjang dari arah Barat
Daya Jawa hingga ke Pengunungan Meratus
di Kalimantan (Clements
dan Hall, 2007). Kompleks akresi dihasilkan dari proses subduksi
termasuk pada event
tektonik ini membentuk
bukaan tengah samudera,
busur vulkanik, sedimentasi
pada cekungan depan busur, dan
proses metamorfisme (Parkinson dkk.,1998). Proses collision dari pecahan Benua Gondwana membuat proses subduksi
menjadi berhenti yang diperkirakan terjadi
pada periode Late Cretaceus dan saat ini
pecahan dari Benua Gondwana ini menjadi bagian dari batuan dasar di Jawa Timur
(Smyth dkk.,2007).


2.1.2.  
Tektonik Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir



Setelah
proses collision pada Zaman Kapur
melemah, disini terjadi sedimentasi di Selatan Pulau Jawa yang berada pada
setting tektonik pasive margin hingga
Eosen. Pada Eosen Tengah, proses subduksi kembali aktif dan membentuk busur
gunungapi baru di bagian Selatan Sunda Shelf
khususnya di daerah Jawa Barat terdapat dua sekuen batuan sedimen
terendapkan pada periode Eosen Tengah pada daerah Pantai Ciletuh yaitu Formasi
Ciletuh dan Formasi Ciemas. Sekuen ini mewakili sekuen sedimen tertua yang
menindih secara tidak selaras di atas batuan dasar ( Clements dan Hall,2007).


Formasi
Ciletuh tersusun oleh breksi polemik, batuan vulkanik endapan aliran debris dan
turbidit yang memiliki komposisi fragmen berupa andesit/basal, batugamping dan
terdapat pula fragmen dasit, granit dan batuan metamorf. Sedengan Formasi
Ciemas memiliki karakter yang sangat berbeda yang tersusun oleh batupasir yang
kaya kuarsa, batupasir kerikilan dan konglomerat. Berdasarkan karakteristik
batuan penyusun Formasi Ciemas, diinterpetasikan formasi ini diendapkan pada
lingkungan laut yang relatif dangkal (Clements dan Hall, 2007). Formasi Ciletuh
sendiri memiliki karakteristik secara terktural
dan komposisional diendapkan melalui mekanism
sedimentasi yang cukup cepat
dan berasal dari provenance berupa
batuan vulkanik ataupun batuan ophiolit dan mengindikasikan tatanan tektonik
aktif pada waktu terendapkan, yaitu berupa patahan ekstensional aktif pada laut
dalam, dan berhubungan dengan basaltic vulkanisme (Gambar 2.4)








Gambar 2.4. Paleogeografi Jawa
Barat pada Kala Eosen Tengah (Clements dan Hall, 2007).






Pada
periode Eosen Akhir, di Jawa Barat didominasi oleh endapan - endapan terestrial berupa endapan braided river yang tebal yaitu Formasi
Bayah. Peningkatan suplai sedimen dan ruang akomodasi secara cepat
diinterpetasikan merupakan respon dari turunnya cekungan yang merupakan akibat
dari gaya ekstensional yang berhubungan dengan subduksi di selatan Jawa dan
tektonik ekstensional regional dan sundaland di bagian Utara (Clements dan
Hall, 2007). Pada blok offshore
Malingping terindantifikasi dua arah umum patahan yaitu N-
S dan E-W yang aktif pada daerah
ini. Patahan yang berarah N-S merupakan
  patahan ekstensional yang merupakan akibat dari proses rifting di Laut Jawa Barat Utara
sedengan patahan yang berarah E-W diinterpetasikan berhubungan dengan subduksi
di Selatan Pulau Jawa (Gambar 2.5).
Kedua trend patahan yang berarah N-S inilah yang menjadi agen utama dalam
sedimentasi pada periode ini.





Gambar 2.5. Paleogeografi Jawa
Barat pada Kala Eosen Akhir (Clements dan Hall, 2007).



2.1.3.   Tektonik Oligosen hingga Miosen



Proses
ekstensional berarah Barat-Timur ini berlanjut hingga Oligosen Awal dan
berasosiasi dengan vulkanisme di bagian tengah dari area Jatibarang di bagian
Jawa Barat Utara. Batuan vulkanik dierupsikan pada graben yang berarah Utara-Selatan dan berasosisai dengan endapan lakustrin yang sekarang merupakan
Formasi Jatibarang. Aktivitas vulkanisme pada kala ini bukan merupakan hasil
langsung pada zona subduksi dan tidak berasosiasi dengan gunungapi komposit.
Berdasarkan analisis lanjutan, terindantifikasi aktivitas
vulkanik pada periode ini berupa basaltic flow yang berasosiasi dengan endapan lakustrin
yang mengindikasikan
kuat berupa fissure eruption
pada setting rifting
area. Disisi lain pada saat aktivitas vulkanik ini berlangsung, di bagian lain
dari cekungan ini terendapkan juga endapan lakustrin
Formasi Banuwati yang juga terendapkan pada depresi graben patahan (Clements dan Hall, 2007) (Gambar 2.6).





Gambar 2.6. Paleogeografi Jawa
Barat pada Kala Oligosen Awal (Clements dan Hall,2007).



Pada
Oligosen Akhir, proses tektonik ekstensional yang berarah Barat Timur di
Cekungan Jawa Barat Utara berangsur melemah dan diikuti oleh melemahnya
aktivitas vulkanik di sekitar Sub-cekungan Jatibarang. Sedimen klastik
diendapkan dari Utara cekungan yang membentuk endapan sedimen klastik yang tebal
yaitu Formasi Talang Akar dan sebagian besar dari Cekungan Jawa Barat Utara merupakan
daratan meskipun terdapat
siklus singkat adanya
invasi air laut pada
Sub-cekungan Arjuna selama Oligosen Akhir (Pertamina, 2006 dalam Clements dan
Hall., 2007). Sedangkan di bagian selatan dari Cekungan Jawa Barat Utara batuan karbonat
mulai diendapkan pada lingkungan
laut dangkal (shelf edge) yang tumbuh
sebagai batugamping terumbu, alga dan batugamping foraminifera yang memanjang
dari Bandung hingga ke bagian Barat
Bayah (Gambar 2.7).





Gambar 2.7 Paleogeografi Jawa
Barat pada Kala Oligosen Akhir (Clements dan Hall, 2007).



Pada
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal, terjadi peningkatan aktivitas vulkanisme
secara tiba-tiba terlihat dari meningkatnya keterdapatan batuan vulkanik yang
melampar luar di Jawa Barat yang terdiri dari lava basalt, breksi gungung api,
ignimbrit dan tuf (Clements dan Hall, 2007).





2.1.4.  
Tektonik Miosen hinggga Pliosen



Pengendapan
batuan karbonat pada Kala Oligosen berlanjut hingga Miosen Awal pada bagian
Selatan dari cekungan ini. Pada bagian blok tinggian dari Cekungan
Jawa Barat Utara ditumbuhi oleh terumbu sedangkan
pada bagian depresi (graben lows)
terendapkan carbonate
muds
(Pertamina, 1996) (Gambar 2.8).





Gambar
2.8
.
Paleogeografi Jawa Barat pada Kala Miosen Awal (Clements dan Hall, 2007).



Pada
Miosen Tengah merupakan
fase regresi yang
ditandai dengan terhentinya
rifting
di Laut Cina Selatan oleh peristiwa tumbukan fragmen-fragmen yang dihasilkan
oleh Gondwana (Nothern Australia) dengan bagian Timur dari tepian Lempeng Mikro Sunda. Pada bagian
Barat-Daya Jawa terjadi pengendapan batuan karbonat pada bagian atas dari Busur
Gunungapi Pegunungan Selatan yang telah tidak aktif sehingga diinterpetasikan
bahwa aktivitas vulkanisme telah mati atau
melemah.


Sedangkan
pada bagian Cekungan Jawa Barat Utara mulai diendapkan sedimen laut dangkal
Formasi Cibulakan Atas yang termasuk di dalamnya Anggota “Massive” dan Anggota
“Main” Pre Parigi
(Pertamina, 1996) (Gambar
2.9). Pelemahan dari aktivitas vulkanisme pada Kala Miosen Tengah di Jawa
ternyata diikuti pula oleh melemahnya aktivitas vulkanisme di bagian Timur
Indonesia. Hal ini diinterpetasikan sebagai
hasil dari subduksi yang
berhubungan dengan perputaran berlawanan arah jarum jam dari Kalimantan
dan Jawa serta diikuti dengan permulaan tumbukan Benua Australia di bagian
Timur Indonesia (Hall, 2002).





Gambar
2.9.
Paleogeografi
Jawa Barat pada Kala Miosen Tengah (Clements dan Hall, 2007).



Pada
periode Miosen Akhir terjadi pengaktifan kembali aktivitas vulkanisme dan mengendapkan endapan
vulkanogenic dengan mekanisme aliran
grativasi (turbidit dan aliran debris). Sedangkan di bagian Utara, sebagian
besar Cekungan Jawa Barat Utara berada
di bawah permukaan air laut, hal ini ditandai
dengan melamparnya Formasi
Parigi dan Cisubuh yang diendapkan pada Miosen Akhir (Pertamina, 1996) (Gambar 2.10). Letak dari busur
gunungapi pada Miosen Akhir ini belum pasti, diperkirakan berada di Selatan
dari busur gunungapi saat ini (Clements dan Hall, 2007).





Gambar
2.10
Paleogeografi
Jawa Barat pada Kala Miosen Akhir (Clements dan Hall, 2007).



2.1.5.  
Tektonik Plio-Pleistosen



Periode
tektonik ini ditandai dengan tektonik kompresi akibat dari kelanjutan tumbukan
antara NW Australian passive
margin
dangen Sunda trench dan mengakibatkan inversi minor
di Cekungan Jawa Barat Utara. Pada Kala Pleistosen ini terjadi pengangkatan di
beberapa tempat yang diikuti oleh peningkatan aktivitas vulkanik. Tektonik pada
periode ini merupakan puncak dari tektonik kompresi yang telah dimulai pada
Kala Miosen. Tektonik Plio- Pleistosen mengakibatkan pembentukan struktur utama Pulau Jawa yang berarah
Barat-timur dan sebagian besar mengakibatkan reaktivasi dari sesar-sesar yang
lebih tua menjadi sesar-sesar-slip
(Ryacudu dan Bachtair, 2000). Berikut merupakan skema penampang perkembangan
tektonik Jawa Barat :