Misteri Terjadinya Bumi dan Teori terbentuknya Bumi


Misteri
Terjadinya Bumi


Pendahuluan


Agar kita dapat lebih menghayati dan mendalami sifat
sifat yang terkandung dalam bumi, maka perlu disimak juga sedikit perihal
bagaimana terjadinya bumi ini. Untuk tujuan itu kita akan mengawalinya dengan
melihat kedudukan bumi ini dari sudut yang lebih luas dan besar; yakni dengan
menempatkan bumi ini sebagai bagian dari Tata Surya. Kemudian beralih ke
bagian-bagian yang lebih kecil dan rinci, yaitu bahan-bahan pembentuknya, dan
dari sini kita melangkah mengungkapkan bentuk dan bangunnya, proses dan
peristiwa-peristiwa besar yang terjadi dan menimpa bumi seperti pembentukan
batuan, pengikisan permukaan bumi, pembentukan pegunungan dan lain sebagainya.
Berikut ini beberapa hipotesa yang telah dikemukakan oleh para akhli kebumian
yang berkaitan dengan proses kejadian planit-planit yang menghuni tata surya,
yaitu:




1. Hipotesa Nebula


Proses bagaimana terbentuknya Bumi dan Tata Surya kita
ini telah lama menjadi bahan perdebatan diantara para ilmuwan. Banyak hipotesa-hipotesa
yang telah dikemukakan untuk menjelaskan proses terbentuknya planit-planit yang
menghuni Tata Surya kita ini. Salah satu diantaranya yang merupakan gagasan
bersama antara tiga orang ilmuwan yaitu, Immanuel
Kant
, Pierre Marquis de Laplace.
Agar kita dapat lebih menghayati dan memahami sifat-sifat yang terkandung dan Helmholtz, adalah yang beranggapan
adanya suatu bintang yang berbentuk kabut raksasa dengan suhu yang tidak
terlalu panas karena penyebarannya yang sangat terpencar. Benda tersebut yang
kemudian disebutnya sebagai awal-mula dari MATAHARI, digambarkannya sebagai
suatu benda (masa) yang bergaris tengah 2 bilyun mil yang berada dalam keadaan
berputar. Gerakan tersebut menyebabkan Matahari ini secara terus-menerus akan
kehilangan daya energinya dan akhirnya mengkerut. Akibat dari proses
pengkerutan tersebut, maka ia akan berputar lebih cepat lagi. Dalam keadaan
seperti ini, maka pada bagian ekuator kecepatannya akan semakin meningkat dan
menimbulkan terjadinya gaya sentrifugal. Gaya ini akhirnya akan melampaui
tarikan dari gayaberatnya, yang semula mengimbanginya, dan menyebabkan sebagian
dari bahan yang berasal dari Matahari tersebut terlempar. Bahan-bahan yang
terlempar ini kemudian dalam perjalanannya juga berputar mengikuti induknya,
juga akan mengkerut dan membentuk sejumlah planit-planit.


Pada gambar 2-1 diilustrasikan bagaimana Bumi dan 8
planet lainnya serta Matahari muncul pada waktu yang bersamaan dari debu dan
gas (nebula). Sekitar 5 milyar tahun yang lalu, nebula mulai kontraksi karena
gaya gravitasi dan mulai berputar dan menjadi lebih pipih. Pada akhirnya
Matahari mulai mengalami fusi dan planet planet baru terbentuk dan mulai
memisahkan diri, unsur unsur dan komponen-komponen kimia yang lebih berat
bergerak kebagian tengah/pusat dan material batuan membentuk kerak.
Planet-planet yang baru terbentuk serta bulan melepaskan gas yang merupakan
pembentukan awal dari atmosfir.




Gambar 2-1 Pembentukan Sistem Tata
Surya Berdasarkan Hipotesa Nebula










2. Hipotesa Planetisimal


Karena ternyata masih ada beberapa masalah
yang berkaitan dengan kejadian-kejadian didalam Tata Surya yang tidak berhasil
dijelaskan dengan teori ini, maka muncul teori-teori baru lainnya yang mencoba
untuk memberikan gambaran yang lebih sempurna. Salah satu nya adalah yang
disebut dan dikenal sebagai teori Planetisimal yang dicetuskan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton. Teori ini
mengemukakan adanya suatu Bintang yang besar yang menyusup dan mendekati Matahari. Akibat dari gejala ini, maka
sebagian dari bahan yang membentuk Matahari akan terkoyak dan direnggut dari
peredarannya. Mereka berpendapat bahwa bumi kita ini terbentuk dari bahan-bahan
yang direnggut tersebut yang kemudian memisahkan diri dari Matahari. Sesudah
itu masih ada bermunculan teori-teori lainnya yang juga mencoba menjelaskan
terjadinya planit-planit yang mengitari Matahari. Tetapi rupanya kesemuanya itu
lebih memfokuskan terhadap pembentukan planit-planit itu sendiri saja tanpa
mempedulikan bagaimana sebenarnya Matahari itu sendiri terbentuk.


3. Hipotesa Pasang Surut
Bintang


Hipotesa pasang surut bintang pertama kali dikemukakan
oleh James Jeans pada tahun 1917.
Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari.
Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi
dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka,
yang kemudian terkondensasi menjadi planet. Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian
itu hampir tidak mungkin terjadi. Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesa
tersebut.


4. Hipotesa Kondensasi


Hipotesa kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom
Belanda yang bernama G.P. Kuiper
(1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesa kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya
terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.


5. Hipotesa Bintang Kembar


Hipotesa bintang kembar awalnya dikemukakan
oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada
tahun 1956. Hipotesa mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua
bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak
meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi
bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.


2.1.2. Sistem Tata Surya


Astronomi adalah ilmu yang mempelajari
keadaan Tata Surya, dan mungkin merupakan ilmu yang tertua di Bumi. Kaitannya
terhadap bumi hanya terbatas kepada aspek bahwa bumi merupakan bagian dari Tata
Surya. Dari segi ilmu Astronomi, bumi kita ini hanya merupakan suatu titik yang
tidak penting dalam Tata surya dibandingkan dengan benda-benda lainnya. Hasil
pengamatan manusia mengenai Tata Surya ini yang terpenting adalah bahwasanya
gerak-gerik dari benda yang didalam Tata Surya itu mempunyai suatu keteraturan
sehingga daripadanya dapat digunakan untuk merekam waktu yang telah berlalu.
Sudah sejak lama orang percaya bahwa ia berada dalam suatu benda yang merupakan
inti daripada segala sesuatu yang diciptakan TUHAN. Namun sejak 3 ½ abad yang
lalu kita baru menyadari bahwa Bumi ini ternyata hanya merupakan sebagian kecil
saja dari KOSMOS, dan jauh sekali dari anggapan sebagai pusat dari segalanya.
Sebenarnya bahwa sejak 300 tahun terakhir ini kita memang telah banyak
mendapatkan fakta-fakta tentang bagaimana pola Tata Surya kita ini. Beberapa
dari padanya adalah yang berhubungan dengan ukuran-ukurannya, sedangkan
keteraturan yang dapat diamati.


2.1.3. Definisi dan
Pengertian  Bintang dan Planit Planit


Bintang
adalah
bintik-bintik cahaya yang nampak di angkasa. Kebanyakan daripadanya selalu berada pada kedudukannya yang sama
satu terhadap lainnya. Namun beberapa diantaranya ada yang berpindah-pindah
setiap malamnya.




Gambar
2-2
 Susunan Planet-Planet yang mengelilingi
Matahari


                      Planit-Planit. Kata ini berasal
berkelana. Bumi kita tergolong dari istilah dalam bahasa Yunani “planetes”,
yang berarti kedalam salah satu dari 9 planit yang mengitari MATAHARI.


Adapun ke-9 planit-planit tersebut, dengan
urutan dari dalam (terdekat MATAHARI), adalah (gambar 2.2): (1). Mercury, (2)
Venus, (3) Bumi dan (4) Mars. Keempatnya hampir mempunyai ukuran yang sama, dan
sifatnya sangat padat sepertinya terdiri dari “batuan”. Unsur-unsur
pembentuknya terdiri terutama dari besi, nikel dan silikat (persenyawaan
anatara silika dan oksigen). Karena letaknya yang dekat dengan MATAHARI, mereka
juga disebut “inner planets”. Mereka ini disebut sebagai terrestrial planets
karena kesamaannya dengan Bumi. Dari keempat planet tersebut, yang terbesar
adalah Bumi kita. Saat pembentukannya menjadi sebesar ukuran sekarang ini, yang
terjadi sekitar 4,6 bilyun tahun yang lalu, benda ini merupakan suatu bola debu
yang tidak mempunyai kehidupan, tanpa permukaan air dan atmosfir serta sama
sekali jauh dari keadaan sekarang. Lima berikutnya adalah: (5) Yupiter, (6)
Saturnua, (7) Uranus, (8) Neptune dan (9) Pluto. Empat pertama dari
planit-planit ini adalah planit yang berukuran raksasa dan menunjukkan Berat
Jenis yang kecil. Hanya sedikit sekali apa yang kita ketahui perihal planit
Pluto yang baru saja diketemukan pada tahun 1930, tepatnya bulan Maret tanggal
Tetapi  yang  jelas 
adalah  bahwa  planit 
tersebut  kelihatannya  menyerupai 
planit-planit “terestris” lainnya. Setelah kita mempunyai jarak yang
hampir merata dari MATAHARI kearah luar, kemudian secara tiba-tiba jarak ini
berubah secara drastis, yaitu yang terdapat antara Mars dan Yupiter. Didalam
ruang tersebut berkelompok ribuan “benda-benda” yang disebut sebagai asteroids
atau “minor planets” yang mempunyai diameter 1 mil hingga 480 mil. Sampai
sekarang dapat dikenal ada sekitar 1500 buah planit.










2.1.4. Beberapa istilah
penting yang berhubungan dengan unsur-unsur Alam Semesta:


a.    
Asteroid.
Sisa-sisa
dari planit yang telah meledak dan hancur, atau mungkin juga bahan-bahan yang yang tidak pernah berkembang
menjadi planit yang lengkap.


b.    
Galaxy.
Kumpulan-kumpulan
bintang yang menyebar secara tidak merata dialam semesta. Kelompok bintang-bintang yang kebanyakan mempunyai bentuk seperti
piring itu dinamakan “galaxy”. Tiap galaxy dipisahkan satu dengan lainnya oleh
ruang yang tidak atau kalau ada sedikit sekali terdapat bintang. Milky Way Galaxy. Apabila kita melihat
kearah angkasa pada malam hari, maka akan nampak bintang-bintang yang berkelompok, dan ini adalah yang dinamakan
“Milky-Way”, yang merupakan keluarga dari bintang-bintang yang terdiri dari
kira-kira 100 bilyun bintang; dan ini pula adalah galaxy dimana kita berada (MATAHARI
beserta planit-planitnya).


c.     
Nebulae.
Benda-benda
bercahaya lemah yang menyebar di langit. Bercahaya agak suram dimana teleskop juga tidak dapat
melihatnya dengan teliti atau tajam. Benda-benda seperti ini dinamakan
“Nebulae”. Ini adalah salah satu contoh dari “galaxy” lain diluar galaxy kita.
Jadi MATAHARI kita sendiri adalah merupakan salah satu “bintang” didalam
“Milky-Way”. Dan galaxy kita ini juga merupakan salah satu dari galaxy-galaxy
yang berbentuk piring (spiral) tadi. Kedudukan dari MATAHARI didalam “galaxy”kira-kira
berjarak 3/5-nya apabila dihitung dari pusat ke tepi dari galaxy. Didalam
galaxy kita, beberapa dari bintang berkelompok dan membentuk “constelation”.
Seluruhnya ada 90 constelation, dan mereka ini diberi nama mythos binatang atau
obyek-obyek lainnya yang bentuknya serupa. Sebagai contoh: Sagittarius yang
terletak kira-kira pada bagian pusat dari “Milky Way Galaxy”. Semua bintang
didalam galaxy kita berputar mengitari suatu pusat “galactic”. Dan TATA-SURYA
kita sendiri bergerak dengan kecepatan
± 200x106
tahun untuk melengkapi satu putaran.


2.2. Pemikiran Tentang Asal
Mula Jadi Tata Surya


Dalam perkembangan yang mutakhir para
peneliti di bidang astronomi mulai membatasi diri dengan hanya memikirkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan asal mula dari planit-planit saja.
Sedangkan teka-teki yang berhubungan dengan terjadinya Matahari nampaknya untuk
sementara masih tertinggal dan diabaikan seperti keadaannya semula. Kurang
lebih pada sekitar pertengahan abad ini, masalah yang berkaitan dengan momentum
telah dicoba didekati melalui penggunaan sifat-sifat arus listrik dan medan
kemagnitan.


Pendekatan ini menimbulkan suatu perubahan
terhadap hukum yang berkaitan dengan sifat-sifat dari gas panas adalah pada
awalnya gas gas ditafsirkan akan bereaksi langsung terhadap tarikan gaya berat,
perputaran dan tekanan. Tetapi didalam suatu medan magnit yang dikekalkan oleh
arus listrik (magneto hydrodinamic field), gas yang terionkan akan mempunyai
kekuatan untuk menangkis gaya-gaya tersebut. Disusul oleh Fred Hoyle pada tahun 1960 mengemukakan: bahwa magneto hydrodinamic
telah mempengaruhi sifat daripada bahan asal didalam awan debu yang berupa gas
yang terionkan yang berputar dengan cepat. Melalui gas-gas ini akan didapat
garis-garis gaya “magneto hydrodinamic”yang diumpamakan serupa dengan
benang-benang elastis yang mengikat gas-gas tersebut. Gas-gas yang terdapat
dibagian luar dari awan akan berputar lebih lambat dibandingkan dengan yang
berada di bagian dalam sehingga akibatnya benang-benang itu akan mempunyai kecenderungan
untuk melilit dan merentang. Keadaan seperti ini akan menyebabkan peningkatan
terhadap momentum pada bagian luar, yang kemudian akan membentuk planit-planit
dan akan mengurangi bagian tengahnya yang kemudian pula akan membentuk
Matahari.


2.3.
Umur Batuan Di Bumi Serta Pengaruhnya Terhadap Teori Kejadian Matahari


Pada pertengahan abad ke 20 mulai
diterapkannya metoda-metoda radioaktip untuk mengetahui umur nisbi dari
berbagai batuan di Bumi. Pada tahun 1905, Ernest
Rutherford
untuk pertama kalinya menyarankan agar sifat radioaktip dari
batuan digunakan untuk menentukan umur nisbi dari Bumi. Tidak lama setelah itu,
B.B. Boltwood menggunakan penguraian
unsur radioaktip yang terdapat dalam mineral Uranium untuk mendapatkan umur
nisbi dari beberapa mineral. Maka dengan ini lahirlah Era baru untuk
“geochronology”, yaitu ilmu untuk mendapatkan umur secara radiometrik terhadap
bentuk-bentuk geologi. Ulasan yang lebih terperinci mengenai cara penentuan
umur ini dibahas pada sejarah geologi, mengenai jenjang-jenjang waktu geologi.
Dengan menggunakan cara tersebut maka dapat diketahui bahwa batuan tertua di
Bumi ini berumur 3 bilyun (milyar) tahun. Dengan demikian maka juga
diperkirakan umur Bumi ini berkisar antara 4,5 hingga 5 milyar tahun. Terlepas
dari hasil perhitungan ini, nampaknya para peneliti astronomi juga tengah
mempertimbangkan suatu teori baru yang beranggapan bahwasanya ruang angkasa
sekarang ini sedang mengembangkan diri dari ukurannya semula.





2.4. Susunan Interior Bumi


Susunan interior bumi dapat diketahui
berdasarkan dari sifat sifat fisika bumi (geofisika). Sebagaimana kita ketahui
bahwa bumi mempunyai sifat-sifat fisik seperti misalnya gaya tarik (gravitasi),
kemagnetan, kelistrikan, merambatkan gelombang (seismik), dan sifat fisika
lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli geofisika mempelajari
susunan bumi, yaitu misalnya dengan metoda pengukuran gravitasi bumi (gaya
tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat
menghantarkan gelombang seismik. Metoda seismik adalah salah satu metoda dalam
ilmu geofisika yang mengukur sifat rambat gelombang seismik yang menjalar di
dalam bumi. Pada dasarnya gelombang seismik dapat diurai menjadi gelombang
Primer atau gelombang Longitudinal dan gelombang Sekunder (S) atau gelombang
Transversal. Sifat rambat kedua jenis gelombang ini sangat dipengaruhi oleh
sifat dari material yang dilaluinya. Gelombang P dapat menjalar pada material
berfasa padat maupun cair, sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada
materi yang berfasa cair. Perpedaan sifat rambat kedua jenis gelombang inilah
yang dipakai untuk mengetahui jenis material dari interior bumi.


Pada gambar 2-3 diperlihatkan rambatan
gelombang P dan S didalam interior bumi yang berasal dari suatu sumber gempa.
Sifat/karakter dari rambat gelombang gempa (seismik) di dalam bumi
diperlihatkan oleh gelombang S (warna merah) yang tidak merambat pada Inti Bumi
bagian luar sedangkan gelombang P (warna hijau) merambat baik pada Inti Bagian
Luar maupun Inti Bagian Dalam. Berdasarkan sifat rambat gelombang P dan S
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Inti Bumi Bagian Luar berfasa cair,
sedangkan Int Bumi Bagian Dalam bersifat padat. Pada gambar 2-4 diperlihatkan
kecepatan rambat gelombang P dan S kearah interior bumi, terlihat disini bahwa
gelombang S tidak menjalar pada bagian Inti Bumi bagian luar yang berfasa cair
(liquid), sedangkan gelombag P tetap menjalar pada bagian luar Inti Bumi yang
berfasa cair, namun terjadi perubahan kecepatan rambat gelombang P dari bagian
Mantel Bumi ke arah Inti Bumi bagian luar menjadi lambat. Dari gambar 2-4 dapat
disimpulkan bahwa antara Kulit Bumi dengan Mantel Luar dibatasi oleh suatu
material yang berfase semi-plastis yang saat ini dikenal sebagai tempat dimana
kerakbumi (lempeng lempeng bumi) bersifat mobil dan setiap lempeng saling
bergerak.








Gambar kiri,
Rambatan gelombang Primer (P) dan Sekunder (S) pada interior bumi. Gelompang P
(garis hijau) merambat pada semua bagian dari lapisan material bumi sedangkan
gelombang S (garis merah) hanya merambat pada bagian mantel dari interior bumi.
Gambar kanan, Sifat rambat gelombang
P dan S pada interior bumi. Terlihat gelombang P dapat merambat pada interior
bumi baik yang berfasa padat maupun berfasa cair, sedangkan gelombang S tidak
merambat pada Inti Bumi bagian luar yang berfasa cair. Bagian-bagian utama dari
Bumi yang terlihat pada gambar 2-5, yaitu : (1) Inti, yang terdiri dari dua
bagian. Inti bagian dalam yang bersifat padat, dan ditafsirkan sebagai terdiri
terutama dari unsur besi, dengan jari-jari 1216 Km., Inti bagian luar, berupa
lelehan (cair), dengan unsur–unsur metal mempunyai ketebalan 2270 Km; Kemudian
(2) Mantel Bumi setebal 2885 Km; terdiri dari batuan padat, dan berikutnya (3)
Kerak Bumi, yang relatif ringan dan merupakan “kulit luar” dari Bumi, dengan
ketebalan berkisar antara 5 hingga 40 Km.








Gambar
2-5
     Hubungan Kecepatan rambat gelombag
P dan S dengan Susunan Interior Bumi (Inti Bumi, Mantel, Asthenosphere,
Lithosphere, dan Kerak Bumi)













2.5. Material dan Susunan
Kulit Bumi


2.5.1. Selaput Batuan
(Litosfir)


Litosfir atau bagian yang padat dari Bumi,
berada dibawah Atmosfir dan Samudra. Sebagian besar dari apa yang kita pelajari
dan ketahui tentang bagian yang padat dari Bumi ini, berasal dari apa yang
dapat kita lihat dan raba diatas permukaan Bumi. Para ilmuwan Ilmu Kebumian,
umumnya berpendapat bahwa Bumi ini lahir pada saat yang bersamaan dengan
lahirnya MATAHARI beserta planit-planit lainnya, berasal dari awan yang
berpusing yang terdiri dari bahan-bahan berukuran debu, dan terjadi pada kurang
lebih 5 hingga 6 milyar tahun yang lalu. Bahan-bahan tersebut kemudian saling
mengikat diri, menyatu dan membentuk Litosfir. Beberapa saat setelah Bumi kita
ini terbentuk, terjadilah proses pembentukan lelehan yang menempati bagian
intinya. Lelehan tersebut kemudian mengalami proses pemisahan, dimana
unsur-unsur yang berat yang terutama terdiri dari besi dan nikel akan
mengendap, sedangkan yang ringan akan mengapung diatasnya. Sebagai akibat dari
proses pemisahan tersebut, maka Bumi ini menjadi tidak bersifat homogen, tetapi
terdiri dari beberapa lapisan konsentris yang mempunyai sifat-sifat fisik yang
berbeda.


Disamping bagian-bagian utama tersebut
diatas, ada suatu zona terletak didalam mantel-Bumi yang berada antara
kedalaman 100 dan 350 Km, bahkan dapat berlanjut hingga 700 Km., dari permukaan
Bumi. Zona ini mempunyai sifat fisik yang khas, yaitu dapat berubah menjadi
bersifat lentur dan mudah mengalir. Oleh para ahli geologi zona ini dinamakan
“Astenosfir”. Adalah suatu zona yang lemah, panas dan dalam kondisi tertentu
dapat bersifat secara berangsur sebagai aliran. Diatas zona ini, terdapat
lapisan Bumi yang padat disebut “Litosfir” (atau selaput batuan) yang mencakup
bagian atas dari Mantel-Bumi serta seluruh lapisan Kerak-Bumi (gambar 2-6).




Gambar
2-6
  Bagian Kerak Bumi (Selaput Batuan /
Litosfir)


Berdasarkan temuan-temuan baru di bidang Ilmu
Geofisika dan Ilmu Kelautan selama dasawarsa terakhir, litosfir digambarkan
sebagai terdiri dari beberapa “lempeng” atau “pelat” (karena luasnya yang lebih
besar dari ketebalannya), yang bersifat tegar dan dapat bergerak dengan bebas
diatas Astenosfir yang bersifat lentur, dan dalam keadaan tertentu dapat
berubah secara berangsur menjadi mudah mengalir. Temuan-temuan baru tersebut
telah menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran lama tentang teori pemisahan
benua (continental drift theory) yang
dilontarkan pada sekitar tahun 1929 yang kemudian ditinggalkan.


Teori yang pada saat itu dianggap sangat
radikal karena bertentangan dengan anggapan yang berkembang pada waktu itu,
bahwa benua dan samudra merupakan bagian dari bumi yang permanen, maka teori
tersebut tidak mendapatkan tempat diantara para ilmuwan Kebumian. Gambaran
tentang struktur interior bumi yang dikemukakan 50 tahun kemudian sebagai hasil
kerja keras para peneliti dengan cara mengumpulkan data lebih banyak lagi, baik
di daratan maupun di samudra, telah melahirkan pandangan yang sangat maju dalam
Ilmu Kebumian, sehingga dianggap sebagai suatu revolusi dalam pemikiran di
bidang Ilmu ini. Susunan dan komposisi litosfir (kerak benua dan kerak samudra)
dapat diketahui dengan cara menganalisa batuan-batuan yang tersingkap di
permukaan bumi, atau hasil pemboran inti, maupun produk aktivitas gunungapi.
Berdasarkan analisa kimia dari sampel batuan yang diambil di berbagai tempat di
bumi, secara umum unsur kimia yang paling dominan sebagai penyusun litosfir
adalah sebagai berikut:











Tabel
2-1


Unsur
Kimia Penyusun Litosfir


(Kerak
Bumi)




















































Unsur


Persen Berat


Oxygen (O)


46.6


Silicon (Si)


27.7


Alumunium (Al)


8.1


Iron (Fe)


5.0


Calcium (Ca)


3.6


Sodium (Na)


2.8


Pottasium (K)


2.6


Magnesium, (Mg)


2.1


Lain-nya


1.5








Total


100






Meskipun titik berat dari ilmu geologi adalah
studi mengenai bagian-bagian dari Bumi yang padat, tetapi adalah juga penting
untuk mengetahui sesuatu tentang bahan-bahan lainnya yang menyelimuti dan
berinteraksi dengan berbagai cara dengan bumi. Mereka itu adalah bahan yang
berwujud udara dan air, atau yang sehari-hari kita kenali sebagai atmosfera dan
hidrosfera. Lapisan-lapisan udara dan air ini dapat kita gambarkan sebagai
selaput yang saling menutup, tetapi pada batas-batas tertentu mereka ini saling
bercampur. Masing-masing selaput terdiri dari bahan-bahan yang khas dan didalam
bahan itu sendiri juga berlangsung proses-proses tertentu.


2.5.2.   Selaput udara (Atmosfir)


Selaput atau lapisan udara ini sepintas
nampaknya tidak mempunyai peranan yang berarti terhadap lingkungan geologi.
Sebenarnya fungsi dari Atmosfera adalah: (1). merupakan media perantara untuk
memindahkan air dari lautan melalui proses penguapan ke daratan yang kemudian
jatuh kembali sebagai hujan dan salju; (2). merupakan salah satu gaya utama
dalam proses pelapukan, dan ketiga bertindak sebagai pengatur khasanah
kehidupan dan suhu di atas permukaan bumi. Atmosfera disini berfungsi sebagai
pelindung dari permukaan bumi terhadap pancaran sinar ultra-violet yang tiba di
atas permukaan bumi dalam jumlah yang berlebihan.




Gambar
2-7
Bagian bagian dari Atmosfir (Troposfir, Stratosfir, Mesosfir, Termosfir,
dan Eksosfir)





Dapat dikatakan bahwa sebagian besar dari
udara, atau
±
78%, terdiri dari unsur nitrogen dan hampir 21% adalah Oxigen. Sedang sisanya
adalah Argon (< dari 1%), CO2 hanya 0,33% saja. Adapaun gas-gas
lainnya seperti Hidrogen dan Helium jumlahnya tidak berarti. Nitrogen sendiri
tidak mudah untuk bersenyawa dengan unsur-unsur lain, tetapi ada proses-proses
dimana gas-gas ini dapat bergabung menjadi senyawa nitrogen yang kemudian
menjadi sangat penting artinya untuk proses-proses organik dalam lingkungan
kehidupan atau apa yang kita kenali sebagai biosfera. Sebaliknya unsur oxigen
adalah unsur yang sangat aktip untuk bersenyawa dan segera akan menyatu dengan
unsur-unsur lainnya didalam suatu proses yang lazim kita kenal sebagai oxidasi.


Disamping unsur-unsur tersebut diatas, udara
juga mengandung sejumlah uap-air, debu berasal dari letusan gunung-berapi dan
partikel-partikel lainnya yang berasal dari kosmos. Gas-gas dan uap-air didalam
udara ini akan terlibat dalam persenyawaan kimiawi dengan bahan-bahan yang
membentuk permukaan Bumi dan air laut. 99% dari atmosfera berada di daerah
hingga ketinggian
± 29 Km. Sisanya tersebar merata sampai di
ketinggian 10.000 Km. Bagian atmosfera dari ketinggian 0 sampai 15 Km disebut
troposfer atau selaput udara, dimana didalamnya dijumpai adanya
perubahan-perubahan iklim, angin, hujan dan salju (perubahan cuaca).
Gerak-gerak udara yang berlangsung diatas permukaan bumi seperti angin, ini
akan berfungsi sebagai gaya pengikis dan pengangkut.










2.5.3.   Selaput
air (Hidrosfir)


Menempati ruang mulai dari bagian atas
atmosfir hingga menembus ke kedalaman 10 Km dibawah permukaan Bumi, yang
terdiri dari samudra, gletser, sungai dan danau, uap air dalam atmosfir dan
air-tanah. Termasuk kedalam selaput ini adalah semua bentuk air yang berada
diatas dan didekat permukaan bumi, 97,2% air di bumi berada di laut dan
samudra. Tetapi mereka ini mudah untuk menguap dalam jumlah yang cukup besar
utnuk selanjutnya masuk kedalam atmosfera dan kemudian dijatuhkan kembali ke
Bumi sebagai hujan dan salju.


Apabila kita memperhatikan keadaan seluruh
permukaan bumi, maka ciri yang paling menonjol adalah suatu warna biru yang
ditimbulkan oleh hadirnya lautan. Meskipun planit-planit MARS, VENUS dan juga
BUMI diselimuti oleh awan, tetapi ternyata hanya planit BUMI saja yang mendapat
julukan “the blue planets”. Daratan, ternyata hanya menempati luas sekitar 29%
saja dari seluruh permukaan bumi ini. Sisanya adalah laut dan air. Bumi ini
bahkan diduga jumlah luas daratan yang ada itu lebih kecil lagi dari yang
diperkirakan. Kedalaman rata-rata laut kita adalah hampir 4 Km. Angka ini
sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan panjangnya jari-jari Bumi
yang berkisar sekitar 6400 Km. Namun demikian, laut tetap merupakan tempat
penampungan air terbesar di Bumi ini. Mengingat fungsi dari air yang sangat
vital dalam tata kehidupan, maka Ilmu pengetahuan yang khusus diperuntukan bagi
sifat-sifat air ini berkembang menjadi suatu ilmu yang merupakan cabang dari
Ilmu Geologi, yaitu “Geohidrologi”. Daur hidrologi adalah merupaka n salah satu
perwujudan dari hasil perkembangan ilmu tersebut.





Sumber : Djauhari Noor, 2012, Pengantar Geologi


 Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya





Jika teman-teman masih bingung cara download silahkan klik link di bawah ini (CATATAN : LANGSUNG KE LANGKAH NO.7):